Translate

Wednesday, March 27, 2013

Books "MEMOIRS OF A GEISHA"



Books “Memoar Seorang Geisha”
Judul Asli : MEMOIRS OF A GEISHA
Copyright © 1997 by Arthur Golden
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Listiana Srisanti
Cetakan XI : Desember 2007 ; 496 hlm
[ Review in Indonesia & English ]

[ Period : 1930 ] ~ [ Setting : Yoroido – Kyoto ; Japan ] ~ [ Facts : History about the living of geisha community in Gion District, Kyoto ]

Awal pembukaan kisah cukup menarik, dimulai dengan kata pengantar berjudul ‘Catatan Penerjemah’ yang anehnya berbeda dengan nama alih bahasa di edisi terjemahan ini, namun sambil melanjutkan halaman demi halaman, dan melalui hasil wawancara dengan sang penulis, ternyata memang kondisi ini disengaja, untuk mendekatkan pembaca dengan penuturan lewat sudut pandang orang pertama : sosok Sayuri – tokoh utama kisah ini, dengan perantaraan orang kedua, yaitu ‘sang penerjemah’, yang dituturkan bagaikan sebuah memoar. Ini adalah sebuah kisah fiksi yang memperoleh banyak masukan dari gambaran kehidupan nyata para geisha di era tahun 1930-an. Meski sebuah fiksi belaka, namun banyak kebenaran di dalamnya, fakta-fakta yang selama ini tersembunyi dalam suatu komunitas kehidupan yang penuh dengan kontroversi serta skandal. 

Tokoh utama dalam kisah ini adalah gadis cilik bernama Chiyo – putri kedua pasangan nelayan miskin Minoru Sakamoto dari pernikahannya yang kedua. Ia memiliki kakak perempuan bernama Satsu yang berbeda usia 7 tahun. Jika Satsu sangat mirip dengan ayah mereka, maka Chiyo mirip sekali dengan ibunya, terutama sepasang mata besar berwarna kelabu transparan, sesuatu yang langsung menarik perhatian dimana sebagian besar warna mata di Jepang adalah gelap atau kecokelatan. Saat Chiyo berusia 7 tahun, sang ibu jatuh sakit dan tak pernah pulih, membuatnya senantiasa berbaring tak berdaya dan kesakitan di atas tempat tidur. 


Kehidupan Satsu dan Chiyo mengalami perubahan besar, ketika salah satu pengusaha besar di wilayah tersebut, Tuan Ichiro Tanaka bertemu dengan Chiyo secara tak sengaja. Setelah itu, beliau mendatangi ayah kedua gadis itu, dan mendiskusikan masa depan mereka. Chiyo yang sangat terkesan dengan keramahan serta penampilan Tuan Tanaka, memiliki harapan dan impian, bahwa ia serta keluarganya ‘diadopsi’ oleh Tuan Tanaka. Dan suatu hari, impian tersebut terjadi, Satsu serta Chiyo dipanggil untuk segera menghadap Tuan Tanaka di kota. Tanpa sempat berpamitan dengan sang ibu yang tergolek sakit, hanya mengucapkan sepatah-dua patah kata kepada sang ayah yang tampak semakin sedih dan layu pada hari-hari terakhir, kedua gadis itu segera menemui Tuan Tanaka, yang langsung membawa mereka ke stasiun kereta api. Peralihan dan penyerahan keduanya kepada sosok asing bernama Tuan Bekku yang tampak menyeramkan, membuat kedua gadis itu ketakutan. 

Melalui perjalanan panjang dan lama, tanpa diberi makan, tanpa membawa bekal atau barang satu pun, kedua bersaudara ini pergi dari kota kecil Yoroido di dekat Laut Jepang, menuju kota besar Kyoto di wilayah distrik Gion. Chiyo yang cantik diserahkan pada Okiya Nitta (okiya = tempat tinggal geisha) sedangkan Satsu dibawa terpisah ke tempat lain yang tak diketahui oleh Chiyo. Saat itu ia baru berusia 9 tahun, terpisah dari sang kakak yang berusia 16 tahun, menyadari bahwa mereka tak kan pernah bertemu lagi dengan kedua orang tua mereka. Chiyo kemudian menyadari bahwa kebaikkan Tuan Tanaka merupakan kedok untuk menjual mereka kepada rumah geisha. Chiyo yang telah dibeli dengan harga tertentu, akan dididik secara keras dan disekolahkan agar menjadi geisha yang terkenal, dan mampu membayar kembali ‘hutang-hutang’ berupa sejumlah pembayaran yang dbayarkan oleh okiya terhadap dirinya, beserta bunga serta biaya hidup selama menjadi tanggungan okiya. Jika dalam waktu tertentu ia tak mampu mewujudkan hasil bagi ‘investasi’ okiya, maka nasib buruk akan menimpa dirinya.

Okiya Nitta dimiliki oleh Nenek Nitta – seorang mantan geisha yang akhirnya menjadi pemilik, dengan dua orang anak didik yang dipanggil dengan julukan Ibu dan Bibi, yang berperan dalam mengatur rumah tangga Okiya. Status Chiyo adalah sebagai anak magang termuda, maka ia diharapkan selalu siap sedia melakukan apa pun yang diperintahkan kepadanya. Beruntung Chiyo memperoleh sahabat yang dipanggil ‘Labu’ karena wajahnya yang bulat halus bagai labu. Serta Bibi yang cukup perhatian pada dirinya. Namun ada sosok yang semenjak awal kehadirannya, tampak selalu berusaha ‘mengincar’ Chiyo dengan menimbulkan berbagi kesulitan pada dirinya. Ia adalah Hatsumomo – wanita cantik rupawan, satu-satunya geisha di Okiya Nitta, yang mana penghasilan Hatsumomo-lah yang menghidupi okiya tersebut. Kecantikan Hatsumomo tidak sesuai dengan wataknya yang semena-mena, jorok, egois serta mudah sekali dengki serta culas terhadap siapa saja. Maka tak heran jika Chiyo mengalami penderitaan berat akibat fitnahan serta kelicikan Hatsumomo, hingga ia menjalani hukuman berkali-kali walaupun ia sama sekali tak bersalah.

Chiyo sangat putus asa, tetapi bagaimana ia mencari jalan keluar ? Hingga suatu hari, akhirnya ia berhasil menemukan tempat dimana Satsu tinggal. Ia menjadi ‘pelacur’ di rumah geisha lain di distrik yang berbeda. Mereka berdua berjanji untuk bertemu kembali dan melarikan diri bersama-sama. Namun nasib malang menimpa Chiyo. Menjelang hari yang ditentukan, ia justru dikurung akibat hukuman yang ditimbulkan oleh Hatsumomo. Saat ia bertekad melarikan diri dengan memanjat atap-atap rumah, ia terjatuh dari atas dan mengalami patah tangan. Pelarian yang gagal ini berimbas pada hukuman yang jauh lebih kejam. Chiyo tak diperkenankan meneruskan pendidikan maupun bersekolah. Ia dikurung dan harus bekerja sebagai pelayan seumur hidupnya. Hingga suatu hari, seseorang memasuki kehidupan Chiyo dan berperan besar dalam merubah sosok gadis lugu bernama Chiyo, menjadi wanita mempesona, dan merubah jati dirinya menjadi geisha ternama bernama Sayuri.

Penulis memaparkan  perjuangan sosok Sayuri – geisha ternama yang dikenal dari ditrik Gion, dari permulaan ia bernama Chiyo, gadis polos anak nelayan miskin yang dianugerahi kecantikan serta kecerdasan, melalui gemblengan geisha cantik nan cerdik bernama Mameha – rival berat Hatsumomo yang berada dalam satu kediaman dengan Chiyo.  Kecantikan gadis cilik yang unik ini telah memicu rasa iri Hatsumomo semenjak ia pertama kali melihatnya di Okiya Nitta. Dan Hatsumomo tak suka pada saingan, maka ia menekan dan terus berusaha menyingkirkan Chiyo. Namun justru salah satu tindakannya mendekatkan Chiyo kepada Mameha, yang bersedia menerima Chiyo sebagai adik asuhnya. Perseteruan serta taruhan yang dilakukan antara Mameha dan Hatsumomo, serta keterlibatan Ibu pemilik Okiya Nitta, menggiring gadis-gadis cilik, Chiyo serta Labu dalam sengketa serta pertandingan tiada henti. Semuanya guna memperebutkan kekuasaan, pengakuan dan tentunya kekayaan. Intrik serta konflik, berbagai cara licik, fitnah serta jebakan, mewarnai kisah ini. 

Kehidupan terselubung seorang geisha, memiliki dua makna. Yang paling rendah adalah mereka yang hidup dalam kemiskinan serta jeratan hutang, dan harus menempuh jalan sebagai pelacur setiap hari. Dan di sisi lain, geisha yang memiliki kemampuan serta pendidikan lebih, juga dukungan rumah okiya, untuk menjadi geisha pilihan berharga mahal dan memiliki ‘Dana’ atau ‘Tuan’ yang sangat kaya raya. Singkat cerita, Geisha seperti ini adalah lambang kehormatan, karena para Tuan kaya raya, hampir selalu memiliki geisha sebagai simpanan dan menandakan  peningkatan prestise seseorang dalam lingkungan masyarakat. Semakin kaya seseorang, ia bisa memiliki dan menjamin kehidupan lebih dari satu orang Geisha. 

Gambaran sosok Sayuri, semenjak awal dipersiapkan untuk menjadi geisha terhormat. Ia harus belajar memainkan berbagai alat musik dan menguasai shamisen (alat musik petik yang harus dikuasai oleh seorang geisha), menguasai seni drama serta tari dengan gerakan yang sangat rumit. Mempelajari puisi serta sastra hingga seni, sehingga mampu mengimbangi percakapan sekaligus menghibur para tamu maupun Dana yang akan memilihnya. Cara melakukan make-up khusus khas geisha, ibarat melukis kepribadian baru pada wajah, hingga mempelajari pemakaian kimono yang berlapis-lapis, kemudian berjalan dengan cepat namun halus tanpa memperdulikan kain kimono yang sangat berat dan panas dengan menggunakan okobo (sandal kayu yang sangat indah, namun hanya memiliki tumpuan di bagian tengah dan ujung runcing ke depan). 

Lalu perawatan rambut khusus yang harus dibersihkan kemudian dililinkan dan dibentuk dengan gaya ‘persik merekah’ yang membuat dirinya tak bisa tidur tanpa meletakan kepala diatas bantal tegak khusus agar tidak rusak (gaya ini juga merupakan simbolisasi yang mampu membuat imajinasi seksual para pria berkembang dan sebagai penanda bahwa sang pemakai siap untuk ‘dipetik’). Ia juga diuji untuk melakukan godaan secara halus hanya lewat lirikan atau pandangan mata. Semua detil kecil namun penting, mulai membentuk sosok Sayuri. Dan patut kuakui, sangat sulit untuk melakukan itu semua, tak terbayangkan betapa berat cobaan yang harus dilampaui para gadis muda pada masa itu, demi masa depan yang lebih baik, menjadi seorang geisha terpilih dari Dana yang kaya raya. Jika seorang Dana bisa memiliki seorang istri resmi dan beberapa orang Geisha sebagai simpanan, maka sebaliknya seorang Geisha yang terpilih harus mengabdi hanya pada satu orang Dana atau kehormatannya akan tercemar.

Seakan itu semua belum cukup, cara lain guna meningkatkan popularitas serta daya tarik seorang geisha magang adalah dengan melelang mizuage-nya (keperawanannya) pada penawar tertinggi (ini sungguh mengerikan sekaligus menjijikan). Dan yang menentukan pilihan adalah sang pemilik okiya yang dipastikan merengguk jumlah terbanyak dari pembayaran yang dilakukan. Demi menaikkan nilai harga yang ditawarkan, sang calon geisha disertai sang ‘kakak’ akan berkeliling, berkampanye mendekati calon-calon prospek yang dinilai tertarik dan bersedia membayar mahal. Dengan jeli serta melalui pendekatan menyentuh, penulis juga memberikan porsi ‘romantis’ dari sisi Sayuri, yang telah memberikan hatinya pada sosok pujaan, yang sayangnya selalu berada jauh dari jangkauannya, dan terpisah dari dirinya. Alih-alih sang pujaan hati memberikan balasan atas dirinya, justru sang sahabat pria pujaannya, yang hanya dianggap sebagai teman biasa, rela berkali-kali berjuang membantu dirinya hingga menawarkan diri sebagai Dana dirinya.

My Random Though :
It’s a melodrama with so many facts in history on the life of a geisha in 1930, specially in Gion district, city of Kyoto, Japan. There’s so many close community, or called ‘okiya’ (it’s a geisha’s place, where they live and stays during education). Geisha in this story are not a common prostitute, but they are very young girls, who trained and had really intense education in histories, arts, musics, poets, singing, dancing, and many others cultural tradision, so they will attrach someone wealhty and really rich to be her Dana or Master who will fulfill and support they’re need on daily for the rest of they life (it’s like a concubine or a mistress).

I’ve only been sees the story through the movies adaptations several years agao, but aside I’m so impressed with the movies, this books even giving me more surprise in every detail and aspect on geisha’s life. The author are clever enough to used the main character : Sayuri as the story-teller. This book written from the first point of view as a memoar of Sayuri, through the help the writer (another fictional character on this story), also act as a narrator from the second point of view. That makes this story so alive, the reader will feels the connections with Sayuri into her heart that pouring all her sadness, happiness, bitterness, loss, hope, dreams, everything will be open one by one.

If you like histories, you would like this story. If you also like drama, you will feels this story too. But if you like the combination on history, facts, drama, romance, conflict, intrict, conspiracy, then you’ll have it all one in this book. This book gave another meaning of women life and honor, when many of them century ago are forbidden and living in the shadow of men’s power. But as a geisha, it reveal the knowlegde to influence men and used them for private matter – ‘cause there so little place for women in the part of society. Yet the existence of Gion District in Kyoto for several years as an respectable Geisha’s Community, prove otherwise. When war reaches every big and little town, Gion District can still survive for another year, before Japan crumble by its enemy. It’s a story about the journey and survival woman through the simple living, puts and had to face the cruel-harder life in Geisha’s world, then face to face with the new era, a modern way after the war.  Love this story, it’s been my wishes for so long, then a really ‘good-friend’ give me this book as a gift too – double happiness (^_^)

Tentang Penulis :
Arthur Golden, lahir di Chattanooga, Tennessee pada 6 Desember 1956 adalah seorang penulis asal Amerika. Ia menghabiskan masa kecilnya di Lookout Mountain, Georgia dan pendidikan di Lookout Mountain, Tennessee dan Chattanooga hingga kelulusan pada tahun 1974. Melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar di  Sejarah Seni di bidang Seni Jepang. Setelah menerima gelar M.A. di Sejarah Jepang dari Columbia University di tahun 1980, ia memutuskan untuk mempelajari bahasa Cina. Ketika menghabiskan liburan musim panas di Peking University di Beijing, Cina, beliau menerima pekerjaan di Tokyo. Ketika akhirnya memutuskan kembali ke Amerika, beliau telah memperoleh gelar M.A. di bidang Inggris dari Boston University. 

Golden berasal dari keluarga besar Ochs-Sulzberger (pemilik surat kabar New York Times). Sang ibu, Ruth Holmberg adalah putri Arthur Hays Sulzberger, serta merupakan cucu perempuan Adolph Ochs – pemilik dan penerbit The Times. Meski kedua orang tuanya bercerai ketika ia masih berusia 8 tahun, kehidupannya berjalan dengan baik bersama sang ibu. Kini beliau tinggal di Brookline, Massachusetts, dan memiliki dua orang anak, Hays Golden dan Tess Golden.

The Memoirs of a Geisha yang rilis pada tahun 1997, berada di dalam daftar New York Times Bestseller selama 2 tahun penuh dan terjual lebih dari 4 juta copy dalam edisi bahasa Inggris dan telah diterjemahkan lebih dari 33 bahasa di seluruh dunia. Novel ini ditulis selama lebih dari 6 tahun, karena Golden beberapa kali melakukan perombakan besar, bahkan menulis ulang dari awal sebanyak 3 kali, merubah semua sudut pandang (point of view) sebelum akhirnya memutuskan menggunakan sudut pandang orang pertama melalui karakter Sayuri. Novel ini merupakan hasil riset yang mendalam, dan berdasarkan hasil wawancara dengan para geisha dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. 

Salah satu sumber informasi yang sangat membantu keberhasilan risetnya, adalah wawancara dengan Mineko Iwasaki – mantan geisha ternama dari District Gion. Dan ketika edisi berbahasa Jepang rilis, pihak Mineko melakukan gugatan hukum sebagi akibat pelanggaran dari perjanjian yang sebelumnya disepakati bahwa bantuan serta informasi yang diberikan harus tetap bersifat rahasia atau anonim karena menyangkut kode etik seorang geisha jika menyangkut kepentingan para klien mereka. Tuntutan ini berhasil diselesaikan secara damai melalui pengadilan di bulan Februari 2003. Di tahun 2005, sebuah adaptasi film yang disutradarai oleh Rob Marshall dan dibintangi aktris Zhang Ziyi, Michelle Yeoh, Gong Li dan aktor ternama Ken Watanabe, menuai kesuksesan di khalayak, dan memenangkan 3 penghargaan Oscar dalam event prestisius Academy Awards..

[ more about the author, book, and related adaptations, check on here : Arthur Golden | Memoirs of A Geisha ]

Best Regards,


No comments:

Post a Comment

Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)