Books ”NORWEGIAN WOOD”
Judul Asli : NORUWEI NO MORI
Copyright © 1987 Haruki
Murakami
Penerbit KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia)
Alih Bahasa : Jonjon
Johana
Editor : Yul Hamiyati
Desain sampul : Aldy
Akbar
Lay-out : Wendie
Artswenda
Cetakan IV : Mei 2013 ;
423 hlm
Rate : 4 of 5
Mendengar nama Haruki
Murakami merupakan gabungan antara rasa ‘penasaran’ sekaligus ‘ngeri’ karena
karya-karya beliau bukan saja diakui oleh dunia literatur Internasioanl,
melainkan juga termasuk dalam kategori ‘unik-aneh-tidak mudah untuk dipahami’ –
maka harap dimaklumi jika baru kali ini diriku memberanikan diri membaca
bukunya yang kebetulan diterbitkan ulang oleh penerbit KPG. Dan salah satu
alasan lain mengapa diriku akhirnya ‘berani’ mencoba, karena sang penerjemah
tidak lain Mr. Jonjon Johana yang sudah kukenal lewat karya terjemahannya
seperti Shin Suikoden dan Botchan (yang cukup bagus pula hasilnya).
Buku setebal 400 halaman
ini mampu kuselesaikan dalam tempo 2 hari, dan meski kisahnya dapat dikatakan
sangat-sangat aneh, dan menggambarkan dunia manusia yang ‘sakit’ dengan
pemikiran yang kelam dan cukup vulgar dalam membahas tema-tema yang terbilang
tabu (terutama bagi masyarakat Asia), anehnya terdapat suatu ‘keindahan’ yang
unik dalam rangkaian kata-kata serta kalimat percakapan yang acapkali
mengundang tawa (antara geli sekaligus tersipu malu, mungkin juga sempat bikin
warna wajaku jadi ‘blushing’ – untungnya tidak membaca di tempat umum).
Secara singkat kisah ini
merupakan perjalanan kenangan pria bernama Toru Watanabe yang kala itu berada
di dalam pesawat menuju Jerman, dan mendengar lagu ‘Norwegian Wood’ yang
dipopuleran oleh band ternama Beatles, hal ini mengingatkan Toru akan sosok
wanita yang berada di dalam benak serta pikirannya selama bertahun-tahun,
wanita bernama Naoko – kekasih sahabatnya, sekaligus kekasih hatinya yang tak
pernah mendapat sambutan lebih dalam karena kondisi Naoko yang ‘sakit’ hingga
menjelang ajalnya. Naoko dan Kizuki adalah sahabat Toru semasa SMA, kedekatan
hubungan antara ketiga orang yang berbeda karakter serta sifat ini mengalami
guncangan berat ketika Kizuki melakukan bunuh diri sebelum lulus sekolah, tanpa
ada pertanda sebelumnya, tanpa meninggalkan pesan apa pun.
Kedekatan antara Toru dan
Naoko terputus dengan sendirinya, masing-masing berusaha meneruskan perjalanan
hidup dan masa depan yang dipilih, hingga nasib membawa keduanya bertemu saat
sama-sama menempuh kuliah. Toru memendam rasa
‘cinta’ yang unik terhadap Naoko, bagaikan sebuah pengabdian tersendiri pada
sosok yang ia anggap sempurna. Naoko sendiri menyukai Toru, namun tidak sama
dengan kesukaannya terhadap Kizuki, yang senantiasa membayangi benak Naoko.
Nantinya akan terungkap bahwa hubungan antara Naoko dan Kizuki ternyata
‘tidak-senormal’ pandangan umum, termasuk Toru yang tak pernah menduga adanya
keanehan antara kedua sahabatnya. Dengan menggunakan seting pada masa tahun
1960-an, dimana terjadi pergolakan pada kaum muda-mudi, terutama di Jepang,
yang kerap melakukan demonstrasi menentang birokrasi serta pemerintahan, munculnya
pengaruh asing serta paham komunis, membuat suasana yang senantiasa meresahkan
dan penuh gejolak.
Toru Watanabe pada dasarnya adalah pemuda biasa-biasa saja,
cukup jujur serta blak-blakan dalam mengutarakan pemikirannya, namun memiliki
sedikit kelemahan : ia mudah tertarik dan terpengaruh pada sosok manusia yang ‘berbeda’
(tersirat pula pada bacaan yang disukainya, mulai The Great Gatsby karya F.
Scott Fitzgerald, The Centaur karya John Updike, The Magic Mountain karya
Michael Mann hingga Catcher In The Rye karya JD Salinger.) Terlihat pada
persahabatannya dengan Nagasawa – pemuda dari keluarga kaya raya yang suka
bersenang-senang dan tak pernah serius dengan wanita, meski memiliki kekasih
yang cantik dan setia, disusul dengan perkenalan sekaligus hubungan unik dengan
Midori Kobayashi – teman sekelasnya di mata kuliah drama.
Novel-novel Jepang memang
banyak yang terbilang ‘aneh’ jika menyangkut tema berkaitan dengan sosial
budaya dan pemahaman tentang hubungan seksual antar manusia. Kemungkinan karena
situasi yang membuat mereka hidup dalam ‘ketertutupan’ pada masa-masa
sebelumnya, bahwa topik seks merupakan hal yang tabu bahkan bagi pasangan
suami-istri, maka berbagai ungkapan yang dilontarkan secara ‘blak-blakan’
membuat kesan tersendiri bagi novel karya penulis Jepang. Dari beberapa karya
penulis Jepang yang cukup ternama dalam dunia sastra dan literatur yang sudah
kubaca, kebanyakan mampu menimbulkan ‘rasa-muak’ sekaligus ‘jijik’ dalam
membayangkan ‘adegan-adegan-absurb’ yang berusaha ditampilkan oleh para penulis
ini ... anehnya meski Norwegian Wood hampir sebagian besar juga ‘mengungkapkan
baik adegan ‘nyata’ maupun ‘impian’ yang aneh-aneh – tidak muncul kesan yang
sama.
Hingga menjelang akhir, hanya dua hal yang muncul di benakku. Yang
pertama adalah rasa ‘kasihan’ pada para ‘penderita-penyakit-jiwa’ yang
dimunculkan melalui rangkaian karakter yang unik-unik :
gay-lesbian-frigid-dominator-sexual-complulsive hingga obsesif-compulsif. Akan
tetapi dalam perjalanan sepanjang kisah yang bagaikan menaiki ‘roller-coaster’
emosional yang labil ini, sebuah kenyataan menyentak pikiranku : apa bedanya
antara manusia normal dengan manusia tidak normal ? Coba simak dialog saat Toru
mengunjungi institusi untuk pasien sakit jiwa....
“Apakah ia seorang dokter atau pasien?” | “Menurutmu yang mana?” | “Aku tak bisa membedakannya sama sekali. Tetapi toh ia tidak terlihat waras.” | “Ia dokter.” | “Kelihatannya kalau pasien dan staf ditukar posisinya seimbang, ya.” | “Betul sekali. Tampaknya kamu sudah mulai memahami sistem di dalam masyarakat. Yang waras dari kami ... Adalah kami tahu bahwa kami tidak waras.”
Hal kedua yang membuatku
penasaran, mengapa penulis tidak mengungkap secara gamblang apa penyebab
‘penyakit’ yang diderita oleh para tokoh dalam kisah ini, seperti apa
penyebabnya, mengapa hal tersebut terjadi, bagaimana pemulihan atau
penyelesaiannya ? Semuanya diserahkan pada pemikiran dan kebebasan pembaca
untuk berusaha menafsirkan makna dan pesan-pesan penting yang bisa diambil. Dan
sekali lagi diriku terbentur dalam rangkaian pertanyaan baru yang bermunculan,
bagai sebuah teori yang terjawab untuk memunculkan sebuah pertanyaan baru
lainnya ... Hingga sebuah kalimat yang telah beberapa kali dicantumkan namun
tak segera masuk dalam ‘benak-ku’ – kalimat yang pada intinya mengingatkan
bahwa hitam dan putih adalah serupa tapi tak sama, Analisa dan logika memiliki
peran penting dalam pengambilan keputusan, namun jangan pernah lupakan untuk
‘berhenti’ dan menikmati ‘keindahan’ yang disajikan di sekeliling kita. Jika tidak
mampu menyadari hal tersebut, maka kita tidak akan pernah “HIDUP / MATI” __ So,
I just enjoy it this book, even most of them still gave me such huge confusing
and unanswers questions. I gave 4 stars just for the ‘beautiful-works’ about
honesty of the dark-side inside human-being.
“Kematian bukanlah faktor yang menetukan untuk mengakhiri Hidup. Kematian hanya merupakan salah satu dari banyak faktor yang membentuk Hidup. Kematian bukanlah lawan Kehidupan, tetapi Ada sebagai bagian darinya. Dan itu adalah suatu kebenaran.” [ p. 396 – 397 ]
[ more about this author,
books and related works, just check on here : Haruki Murakami | Norwegian Wood (Novel) | Norwegian Wood (Movie Adaptation) | Norwegian Wood (Movie's Site) | Norwegian Wood (Song) | on Wikipedia | on Goodreads ]
‘Norwegian Wood (This Bird
Has Flown)’ Song Lyrics by Beatles
I once had a girl, or should I
say, she once had me...
She showed me her room, isn't it good, norwegian wood?
She asked me to stay and she told me to sit anywhere,
So I looked around and I noticed there wasn't a chair.
I sat on a rug, biding my time, drinking her wine
We talked until two and then she said, "It's time for bed"
She told me she worked in the morning and started to laugh.
I told her I didn't and crawled off to sleep in the bath
And when I awoke, I was alone, this bird had flown
So I lit a fire, isn't it good, norwegian wood.
Best Regards,
Terima kasih atas reviewnya. Menarik. :)
ReplyDeletewah, terima kasih telah berkunjung, ini pengalaman pertama dengan Haruki, ternyata lumayan suka :D
Delete