Books “THE
KEY”
Judul Asli : KAGI
By Jun’ichiro Tanizaki
Copyright © 1956 by The Heirs of Jun’ichiro Tanizaki
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta
Alih Bahasa : Rahmani Astuti
Editor : Dian Pranasari & Adi Toha
Desain Cover : Eri Ambardi
Cetakan I : Juni 2012 ; 200 hlm
Melihat preview di sampul belakang buku ini,
sudah dapat kuraba, kira-kira bagaimana kisah tentang kehidupan rumah tangga
yang aneh dan unik, dan seperti sebagian besar karya sastra Jepang yang mampu
mengungkap sisi gelap dari manusia, diriku bersiap-siap menghadapi berbagai
keanehan dalam kisah buku setebal 200 halaman ini...
Dan ternyata perkiraanku meleset sedikit,
keanehan yang disajikan merupakan kenyataan yang memang banyak terjadi di dalam
kehidupan rumah tangga yang tersembunyi di balik kedok para penghuninya. Dan
mereka adalah penggambaran sosok-sosok manusia modern yang tak mampu
berkomunikasi secara verbal dan terbuka, tentang kebutuhan masing-masing,
tentang perasaan serta kerinduan dan kebencian, hingga pada akhirnya setiap
orang melakukan ‘sesuatu’ demi menyalurkan hasrat yang sekian
lama terpendam...
Kisah ini tentang seorang profesor berusia 55
tahun dengan istrinya yang bernama Ikuko 44 tahun, dikarunia seorang putri
bernama Toshiko yang telah beranjak dewasa. Kehidupan rumah tangga mereka tampak normal,
namun ternyata di dalam hubungan pribadi masing-masing, terjadi kesenjangan
yang bukan saja oleh jarak usia tapi juga oleh tiadanya komunikasi satu sama
lain. Menjelang usia paro-baya, sang profesor mengalami kekhawatiran bahwa
istrinya yang masih menarik pada usia
tersebut, tak akan mau memahami hasrat serta gairah aneh yang semakin sering
muncul menjelang usia senja sang suami.
![]() |
Sang suami menginginkan suatu permainan,
semacam ‘fore-play’ dalam aktifitas seksual mereka. Namun sang istri yang berpegang
pada adat serta prinsip, tak mau langsung mengikuti permintaan suaminya. Yang
tidak kalah aneh, alih-alih saling berusaha membicarakan permasalahan itu,
keduanya justru melakukan semacam ‘curhat’ pada buku harian masing-masing.
Dimulai dari sang suami, yang menuliskan berbagai hasrat dirinya serta
pengharapan pada sang istri lewat buku harian yang rajin ditulis, tapi kemudian
ia kunci dan disembunyikan. Namun pada suatu hari, ini berkeinginan agar sang
istri mau ‘mengintip’ curahan hatinya lewat buku harian itu. Maka ia dengan
sengaja meninggalkan kunci buku hariannya di tempat yang bisa terlihat oleh
sang istri.
Sang istri, yang sudah mengetahui bahwa
suaminya diam-diam membuat buku harian, merasa tak peduli, karena selama
bertahun-tahun mereka menikah, ia tak pernah terlalu ambil peduli dengan pria
yang tak pernah ia cintai. Dan tanpa pengetahuan suaminya, ia juga menulis
pikirannya dalam buku harian yang juga ia sembunyikan dengan cermat. Jika sang
suami menuliskan tentang hasrat untuk berhubungan lebih dalam dengan sang
istri, maka dalam buku hariannya, sang istri justru mengungkapkan rasa
‘jijik-nya’ akan saran serta permintaan sang suami yang dirasanya aneh. Ia tahu
bahwa suaminya menganggap dirinya dingin dan hipokrit karena senantiasa berpegang
pada prinsip kuno. Padahal jauh di dalam hatinya, ia justru wanita yang sangat
‘bergelora’ dan memiliki hasrat tinggi. Tapi ia ingin sang suami bisa
memberikan suatu insentif yang mampu menarik gairahnya, bukannya terpaku pada
berbagai gaya aneh yang ia selalu usulkan.
Nah, sudah cukup menarik sekaligus aneh dan
menggelikan kisah ini bukan ? Jangan berhenti sampai di sini, karena semakin
lama kejanggalan akan perilaku mereka semakin menjadi-jadi. Dimulai dengan
kehadiran seorang pria muda bernama Kimura, yang dapat dikatakan sebagai teman
keluarga, sehingga tak aneh jika ia sering bertandang. Semula sang suami
menduga pria ini berusaha mendekati putrinya Toshiko, namun anehnya sang putri
senantiasa menghilang, atau hanya bersedia menemani sejenak kemuadian kembali
menghilang ke kamarnya. Maka Kimura lebih sering bercengkrama dengan sang ibu /
istrinya, Ikuko. Tiba-tiba digambarkan bahwa sang profesor menaruh rasa curiga
serta kecemburuan terhadap sang istri akan kedekatannya dengan Kimura. Namun
kehadiran pria itu tetap diterima dan berjalan dengan rutin.
![]() |
[ source ] |
Dan suatu hari, saat mereka minum-minum
hingga mabuk berat (sdh merupakan hal biasa bagi mereka bertiga, kecuali sang
putri Toshiko yang tak pernah menyukai acara minum-minum), yang pada akhirnya
membawa pada kejadian awal yang akan merubah kehidupan awal keluarga ini. Ikuko
mabuk berat hingga pingsan dan nyaris koma di kamar mandi. Dalam rangka
menyelamatkan nyawanya, entah bagaimana timbul pemikiran serta hasrat aneh pada
benak sang profesor. Dalam ritual penyelamatan yang melibatkan bantuan Kimura
(termasuk melepas pakaian dan memijat seluruh tubuh agar memperlancar peredaran
darah Ikuko yang pingsan), ia memperoleh ide untuk melakukan ritual yang sudah
lama bercokol dalam benaknya.
Dalam kondisi tak sadar, Ikuko terbaring di
kamar tidurnya, ditelanjangi dan dipandangi oleh sang suami yang tak pernah
melihat keseluruhan tubuh sang istri selama ini (ini salah satu prinsip yang
dipegang oleh Ikuko, ia tak mau terlihat dalam kondisi terang saat mereka berhubungan)
... kemudian yang lebih ‘menakjubkan’ sang suami melakukan berbagai eksplorasi
serta eksperimen terhadap tubuh istri yang pingsan ini .... (jangan terburu
‘tercenung’ atau ‘muntah’ – karena ini belum selesai). Bak pembuatan film
porno, sang suami menyorotkan lampu-lampu terang pada tubuh sang istri.
Pengalaman pertama ini membuat dirinya ‘ketagihan’ sehingga pada periode
berikutnya, ia sengaja membuat sang istri mabuk dan pingsan kembali guna
melakukan percobaan baru. Hingga ia menemukan cara-cara lain, memotret berbagai
pose istrinya yang sedang telanjang dalam keadaan tak sadar.
Well, bagaimana, apakah sudah cukup menurut
Anda hal-hal seperti ini ? Apakah Anda bisa men-tolerir perilaku yang notabene
sebenarnya juga menjangkiti beberapa pasangan yang sudah menikah ? Ada yang
menyebut mereka gila seks, mungkin juga memang ada sebagian orang mengidap
kelain seperti ini. Namun janganlah Anda menghakimi kisah ini seperti terlebih
dahulu, karena diantara rasa jijik sekaligus merinding, ada juga rasa penasaran
pada diriku, apakah memang penulis yang menurut referensi mampu menghadirkan
karya sastra yang terkenal dan salah satunya adalah novel ini, ternyata hanya
merupakan kisah tentang pasangan setengah baya yang gila seks belaka ? Maka
kucoba meneruskan bacaan ini hingga halaman terakhir ... untuk mendapatkan
‘kejelasan’ apa makna kisah ini sebenarnya ?
![]() |
[ source ] |
Masuknya peran Kimura di awal, ternyata
menjadi semakin dalam karena melalui dirinya sang profesor memperoleh jalan
untuk menemukan gairah yang dirasa sudah hilang menjelang usia senjanya. Namun
hal ini juga berimbas pada terbukanya hubungan terlarang lainnya, antara sang
istri dan pemuda itu. Yang lebih aneh, justru sang suami yang ‘sengaja’
mendorong sang istri serta pemuda itu untuk saling berhubungan (kecemburuan
sang suami di awal kisah ternyata memang tidak beralasan, namu pada akhirnya, seperti pepatah mengatakan
‘bisa terjadi karena terbiasa’ – nah, selingkuh aneh pun terjadi). Peran putri
pasangan ini yang paling janggal kurasakan, bagaimana ia menyikapi perilaku
sang ayah serta sang ibu, bahkan pemuda yang semula diharapkan menjadi
pasangannya.
Apa jadinya jika seorang putri sengaja mendorong ibunya tertarik
pada seorang pemuda seusia dirinya, merancang pertemuan, tetapi juga
membocorkan rahasia tersebut pada sang ayah (dugaanku berdasarkan bacaan ini,
ia sengaja hendak menyakiti sang ayah dengan membeberkan perilaku ibunya) ...
nah, ini jelas-jelas anak yang ‘terganggu’ menurutku, apalagi membaca endingnya
... bagaimana ia merencanakan masa depan hidupnya dengan orang-orang yang
saling berhubungan seksual (dugaanku, gadis ini memiliki sifat manipulatif
sebagai kompensasi sosok yang tak pernah diperhatikan karena dianggap kurang
menarik dalam keluarganya).
Lalu bagaimana kelanjutan dan akhir kisah ini
? Harus kuakui, ide yang ditanamkan oleh penulis sungguh sangat mengena.
Terlepas dari berbagai kelainan seksual serta perilaku psikologis masing-masing
karakter, maka tema kisah ini sudah tercantum pada judul diatas yaitu “The Key” ...bisa diasumsikan pada kunci
buku harian masing-masing pasangan ini, yang ditulis dan disembunyikan, namun
diriku lebih cenderung pada makna tersirat sang penulis. Bahwa pokok
permasalahan terletak pada sebuah Kunci, yaitu tiada keterbukaan dan
komunikasi dari hati ke hati dalam keluarga ini. Sehingga mereka berusaha
mencapai keinginan masing-masing dengan cara-cara tersendiri, cara-cara aneh
yang bisa dikatakan mendekati penyakit kejiwaan. Dan memang masing-masing individu
dalam keluarga tersebut, ayah / suami, ibu / istri dan putri / gadis remaja,
berusaha mencapai apa yang selama bertahun-tahun bercokol dalam benak dan jiwa
mereka, memanfaatkan pihak ketiga, pemuda bernama Kimura.
“Ikuko, Istriku tercinta! Aku tidak tahu apakah kau akan membaca ini atau tidak. Tidak ada gunanya juga menanyakannya, karena kau tentu tidak akan melakukan hal itu. Tetapi jika kau membaca ini, percayalah cerita ini bukan karangan, setiap kata dalam buku ini adalah kejujuran.” ( ~buku harian sang suami – from ‘The Key’ by Jun’ichiro Tanizaki | p. 6 )
“...apapun yang dia pikirkan, aku tidak akan membacanya. Aku tidak punya keinginan untuk menembus jiwanya lebih daripada batas yang aku tetapkan kepada diriku. Aku tidak suka membiarkan orang lain mengetahui apa yang ada di pikiranku dan aku juga tidak ingin mengintip urusan mereka. Kurasa membaca buku hariannya tidak akan membuatku bahagia.” ( ~buku harian sang istri – from ‘The Key’ by Jun’ichiro Tanizaki | p. 12 )
Sebelum kututup kisah ini, harus kuakui, ini
bukanlah kisah favoritku, namun diriku tak mampu mengenyahkan perasaan janggal
sekaligus bersalah, karena pada kenyataannya, penulis telah berhasil
‘menelanjangi’ kebobrokan jiwa manusia melalui karakter-karakter dalam kisah
ini. Dan jika Anda berani menghakimi tokoh-tokoh ini sebagai manusia sesat,
hendaklah bercermin terlebih dahulu, bukankah ini hanya sebagian kecil contoh ‘kejahatan’ yang terkadang mampir di
benak serta hati kita ?? Bahkan kisah ini bisa dikatakan tidak terlalu dahsyat
dengan berbagai adegan film yang mengumbar seks berganti-ganti pasangan, atau
jika Anda termasuk penggemar setia setiap berita infotainment tentang
perselingkuhan, perceraian, skandal, pemerkosaan, dll ... maka tiada bedanya
diri kita dengan tokoh-tokoh dalam kisah ini.
Sang penulis patut diacungi
jempol karena berani ‘mengecek’
tampilan luar diri manusia yang tampak sempurna, bersih tanpa cacat, namun
bobrok di dalam jiwanya, dan perlu Anda ingat, kisah ini ditulis dan
diterbitkan pada tahun 1956, dimana topik ini termasuk ‘tabu’ untuk dibicarakan apalagi di kalangan masyarakat Asia, yang
memegang kuat adat dan budaya tradisional, termasuk hubungan antar suami-istri
tidak pernah menjadi bahan perbincangan.
Sungguh sayang justru perilaku seksual yang menyimpang ini yang menjadi
sorotan utama media, bahkan saat berusaha mencari referensi melalui google,
hanya mendapati berbagai versi kisah ‘porno’ yang dibuat berdasarkan sekelumit
kisah ini, bukannya inti-permasalahan yang telah kuungkapkan diatas. Nah, jika
demikian, pada posisi mana Anda meletakkan persepsi pemikiran Anda ?
Tentang Penulis :
Jun’ichiro Tanizaki lahir pada tanggal 24
Juni 1886 di Tokyo, Jepang – kota tempat keluarganya memiliki usaha percetakan.
Beliau mempelajari Sastra Jepang di Tokyo Imperial University. Karya pertamanya
diterbitkan berupa drama satu babak yang
muncul pada tahun 1909 di sebuah majalah sastra Jepang. Kemudian menyusul
berbagai novel-novel pada awal karirnya sebagai seorang penulis, yang
menggambarkan tentang kehidupannya sebagai seorang mahasiswa bohemian. Pada
masa itu beliau banyak dipengaruhi oleh
gaya penulisan para penulis terkemuka dari Barat, seperti Edgar Allan Poe,
Baudelaire, dan Oscar Wilde.
Beliau tinggal dan menetap di kota
metropolitan Tokyo hingga terjadi gempa besar pada tahun 1923, dan akhirnya
memutuskan untuk pindah ke ke daerah yang lebih berbudaya : Kyoto, Osaka – yang
menjadi latar belakang novelnya yang terkenal ‘ Sasameyuki ‘ ( The Makioka Sisters, 1943-1948 ). Di
tempat ini pula beliau mulai terserap dalam gaya kehidupan kuno Jepang, dan
mulai meninggalkan pandangan kebarat-baratannya yang dangkal. Para kritikus
Jepang setuju bahwa krisis emosioanal serta kecerdasannya, mengubah Tanizaki
dari seorang penulis biasa-biasa menjadi penulis yang sangat bagus serta tajam
dalam menyajikan tema-tema sekitarnya.
Novel-novel beliau yang dihasilkan setelah
tahun 1923 semakin banyak dibicarakan dan dicari oleh para penggemar sastra,
salah satunya adalah The Key ( Kagi )
yang terbit pada tahun 1956. Dan semenjak tahun 1930, nama beliau kian terkenal
ketika keseluruhan karya-karya diterbitkan secara lengkap. Pada tahun 1949,
beliau memperoleh Anugerah Kaisar Jepang dalam bidang sastra pada 1949 dan
beberapa kali dicalonkan sebagai pemenang Hadiah Nobel Sastra.
Beliau wafat akibat serangan jantung pada
tanggal 30 Juli 1965 di Yugawara – wilayah sebelah barat daya kota Tokyo. Namun
beliau meninggalkan berbagai karya abadi yang tidak saja berharga bagi
masyarakat sastra Jepang, tapi juga bagi dunia sastra Internasional.
Ada pun karya lain beliau yang juga telah
diterjemahkan dalam versi bahasa Indonesia berjudul ‘The Secret History of Lord
Musashi and Arrowroot’ yang merupakan tiga bagian kisah terpisah tentang fiksi
berdasarkan sejarah Jepang Kuno, cukup menarik untuk diulas dalam reviewku yang
lain.
Best Regards,
Termasuk buku wajib bagi penggemar sastra klasik ya. Dengan kecanggihan (kerumitan) paparan konflik psikologis [terhadap hasrat biologis yang notabene searah] yang jauh mendahului zamannya yang disajikan dengan cara sederhana.
ReplyDeleteSaya baca yang edisi Inggris. Satu bagian yang masih teringat karena momentumnya sangat menggelitik (dalam buku diulang beberapa kali) adalah "..I heard footsteps in the garden." Eantah dalam edisi Indonesia ini dituliskan bagaimana. Pendeknya, fenomenal. :)