Books “ANGIN TIMUR
ANGIN BARAT”
Judul Asli : EAST WIND WEST WIND
Copyright © 1930 by Pearl S. Buck
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Lanny Murtihardjana
Cover by Satya Utama Jadi
Cetakan I : Februari 2009 ; 240 hlm
Sebagai penggemar karya Pearl S. Buck – penulis asal Amerika yang
memiliki ketertarikan kuat akan akar budaya Asia, buku ini menjadi salah satu
target bacaannku, terutama dalam program Reading Challenge Historical Fiction.
Namun setelah membaca kisahnya, kali ini penulis lebih berpegang pada
adat-istiadat serta budaya kuno bangsa Cina yang bertemu dengan budaya Barat,
sedikit mirip kisah kehidupan keluarga Wang (The Good Earth ; Sons ; A House
Divided), namun lebih diutamakan kepada lingkup yang lebih kecil tanpa
menyinggung soal sejarah serta perubahan politik. Meski demikian, buku yang
tidak terlalu tebal ini, mampu memberikan gambaran serta sorotan tajam penulis
akan kekangan adat budaya lama Cina di era yang mendekati dunia modern Barat.
Dengan menggunakan gaya penuturan ala buku harian, kisah ini merupakan
curahan hati serta pikiran gadis bernama Kwei Lan. Sebagaimana adat Cina, meski
ia terlahir dari Istri Pertama sebuah keluarga terpandang, kehidupannya
berjalan nyaris tanpa perhatian atau kasih sayang kedua orang tuanya. Sang ibu
mencurahkan seluruh perhatiannya kepada putranya – kakak Kwei Lan sekaligus
penerus nama keluarga mereka. Sedangkan sang ayah, lebih memilih
bersenang-senang dengan berbagai wanita yang dijadikan Selir-Selirnya. Kwei Lan
gadis yang anggun, cantik, menarik serta telah mempelajari berbagai pengetahuan
serta ketrampilan layaknya wanita terhormat. Maka ketika tiba waktunya, ia
dipanggil untuk menikah dengan jodoh pilihan kedua orang tua masing-masing
pihak, yang telah ditentukan semenjak ia lahir.
Dunia yang selama ini dikenal oleh Kwei Lan berubah drastis setelah ia
menikah dan berusaha mengenal suaminya. Sang suami ternyata sangat berbeda
dengan gambaran yang selama ini ia terima dari sang ibu maupun orang-orang yang
mengajarinya. Karena suaminya tampak tidak menaruh perhatian kepada
dandanannya, bagaimana ia telah menyajikan jamuan makan yang dipersiapkan
sedetil mungkin, bagaimana ia telah menata kediaman mereka, dan yang lebih
utama, sang suami tampak lebih tertarik membaca buku-bukunya ketimbang
memandang serta bercakap-cakap dengan dirinya. Kwei Lan bukan hanya kecewa, ia
sedih hingga patah semangat, terlebih sang suami tak bersedia ‘berhubungan’
dengannya sekian lama, hanya dengan alasan tak ingin menyakiti dirinya.
Kwei Lan tak memahami pemikiran pria yang menjadi suaminya. Pria ini,
semenjak malam pertemuan pertama mereka sebagai pengantin, memintanya
menganggap sebagai sahabat alih-alih tuan atau junjungan mulia, menanyakan
apakah Kwei Lan bersedia membuka hatinya dan senantiasa berterus-terang. Pria
yang meminta Kwei Lan untuk melepas ikatan bebatan kakinya yang mungil dan
indah, dengan alasan tidak masuk akal, kecuali ia justru menyebut hal itu buruk
dan jelek, menyakiti hati Kwei Lan tanpa ia sadari, karena kaki mungil dan
indah itu adalah tanda pengorbanan Kwei Lan bagi sang suami yang ternyata tidak
menghargai pengorbanan dirinya. Kwei Lan terjebak dalam kehidupan baru yang
sama sekali tak pernah ia ketahui. Sang suami yang berpendidikan sebagai
seorang dokter dengan ilmu dari dunia Barat, justru memilih keluar dari
lingkungan keluarganya, hidup di sebuah rumah kecil dan bekerja mencari nafkah
alih-alih menikmati kekayaan keluarganya. Bagaimana ia mampu merubah pemahaman
serta ide-ide aneh yang diminta oleh sosok yang seharusnya menjadi
junjungannya, tapi melihat mata Kwei Lan pun, pandangan sang suami seakan
menerawang jauh kedalam dunia di balik buku-buku bacaannya.
Kisah ini ditulis dengan gaya khas Pearl S. Buck, sarat deng berbagai
buah pikiran para karakternya. Namun lewat sosok Kwei Lan, kita akan diajak
menelusuri suatu perubahan jaman yang berlangsung tanpa disadari oleh karakter
utama ini. Kesedihan, kehancuran, pergolakkan batin, perjuangan hingga
penerimaan yang akhirnya membawa kecerahan serta kebahagiaan dalam kehidupan
pasangan yang berbeda. Bukan saja melalui sosok Kwei Lan dan suami, yang
notabene sama-sama bangsa Cina, namun dengan latar belakang pemahaman dunia
yang berbeda, Timur serta Barat – tetapi juga lewat karakter kakak Kwei Lan,
sang penerus keluarga yang memilih menikah dengan wanita asing dan membawanya
ke tengah-tengah keluarganya yang sangat berpegang teguh pada adat istiadat
leluhur. Kisah ini tentang perjalanan pencarian jati diri, cinta kasih serta
tujuan hidup. Sebagaimana dituturkan dalam kisah Madam Wu, karya lain sang
penulis tentang hubungan batin dua insan yang berbeda dunia, East Wind West
Wind memberikan pilihan bagi para karakternya, serta bagi para pembaca, jalan
manakah yang hendak ditempuh ...
Tentang
Penulis :
Pearl
Sydenstricker Buck ( 26 Juni 1892 – 6 Maret 1973 ), dikenal pula dengan nama
Cina Sai Zhenzhu, adalah seorang penulis asal Amerika yang menghabiskan separuh
hidupnya di Cina hingga tahun 1934. Lahir di Hillsboro, West Virginia, dan
dibawa ke Cina pada usia 3 bulan mengikuti tugas yang diemban oleh ayahnya
sebagai seorang misionaris, karena itu Pearl dibesarkan dalam lingkungan bilingual,
baik Cina maupun Inggris. Keluarga mereka mengalami masa-masa berat saat
Pemberontakan Kaum Boxer, menimbulkan perpecahan antara bangsa Cina dan bangsa
Asing (terutama dari Barat).
Pada tahun
1911, beliau meninggalkan Cina untuk menuntut ilmu di Amerika, dan baru kembali
ke Cina pada tahun 1914 dan menikah dengan John Lossing Buck pada tanggal 13
Mei 1917, menetap di Suzhou, di Provinsi Anhui (lokasi yang beliau gunakan pada
novelnya The Good Earth). Kemudian mereka pindah di kediaman baru di Nanking, Cina
dan keduanya juga mengajar di Universitas Nanking. Kehidupan mereka semakin
berat dengan propaganda pemerintahan baru Chiang Kai-shek, dan pada Maret 1927
Tragedi Nanking yang mengambisi nyawa
ribuan orang, membuat mereka menjadi salah satu dari sekian banyak bangsa asing
yang bersembunyi dari kejaran tentara Chiang Kai-shek. Pada tahun 1934, mereka
meninggalkan Cina untuk menetap di Amerika, dan tak pernah kembali ke Cina
(pada tahun 1972, beliau berencana mengunjungi Cina, namun terkena larangan Presiden
Nixon yang baru membuka hubungan diplomatik dengan pemerintah Cina). Pada
tanggal 6 Maret 1973, beliau meninggal di Danby, Vermont akibat kanker
paru-paru.
Beliau
merupakan sosok yang sangat aktif dalam pergerakan hak-hak kaum wanita,
pelestarian budaya Asia, masalah dan topik seputar birokrasi di bagian
imigrasi, adopsi, pekerjaan misionaris dan kampanye anti-perang. Pandangan
politik serta pengalaman hidupnya, banyak tercurah dalam karya-karyanya abik
berupa novel, kumpulan cerita pendek, fiksi, cerita anak, serta biografi
keluarganya. Di tahun 1949, beliau tergerak untuk membangun Welcome
House, Inc – agen adopsi Internasional pertama yang menangani
kasus-kasus anak-anak ‘blasteran/campuran’ yang banyak ditolak di kedua belah
pihak. Selama 5 dekade perjuangan mereka, agensi ini telah berhasil menempatkan
hampir 5.000 anak-anak terlantar ke keluarga penuh kasih yang bersedia
mengadopsi mereka.
Kegiatan
beliau sebagai seorang humanitarian tak berhenti sampai di sini. Di tahun 1964,
beliau mendirikan Pearl S. Buck International yang memiliki tujuan mengangkat
harkat hidup anak-anak terlantar dan miskin di Asia, terutama mereka yang tidak
memenuhi persyaratan untuk diadopsi. Pergerakannya kian meluas hingga membentuk
panti-panti asuhan di Korea Selatan, Thailand dan Vietnam dengan nama
Opportunity House. Sebagaimana ia katakan, “Tujuan utama misi ini adalah
menyebarkan sekaligus menghapuskan ketidak-adilan serta prasangka terhadap
anak-anak, hanya karena mereka terlahir berbeda, bukan berarti mereka tak boleh menikmati pendidikan,
menjalani kehidupan sosial serta status layaknya anak-anak normal lainnya.”
Keberanian
dirinya sebagai aktivis politik yang berhubungan dengan harkat manusia, tampak
pada era dimana pembicaraan atau diskusi tentang topik ini bisa membuat
seseorang ditangkap dan ditahan. Beliau justru menantang masyarakat Amerika
dengan mengangkat isu rasialis, diskriminasi sex, dan ribuan bayi-bayi terlahir
dan terlantar akibat perlakuan tentara Amerika terhadap kaum wanita di Asia
selama peperangan. Rumah tempat kelahiran beliau di Hillsboro kini menjadi
sebuah museum sejarah dan pusat budaya yang dibuka untuk umum, siapa saja yang
peduli dan bersedia membuka pikiran serta Impian masa depan yang lebih
baik. Pearl S. Buck adalah seorang
istri, ibu, penulis, editor dan aktivis hak-hak kemanusiaan. Para pembaca bisa
melihat buah pikirannya lewat The Good Earth yang masuk dalam daftar bestseller
selama 1931-1932 di Amerika, sekaligus memenangkan penghargaan Pulitzer Prize
di tahun 1932. Pada tahun 1938, beliau dianugerahi Nobel Prize in Literature
atas tulisannya yang kaya akan penggambaran detail kehidupan orang-orang yang
tersia-sia di Cina.
Info
selengkapnya tentang penulis beserta karya-karyanya, silahkan kunjungi
situs-situs berikut : [ All About Pearl S. Buck | All Movies Adaptation ]
Best
Regards,
No comments:
Post a Comment
Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)