Books “MAHARANI”
Judul
Asli : IMPERIAL
WOMAN
Copyright
© 1956 by Pearl S. Buck
Copyright
© renewed 1984 by Janice C. Walsh, Richard S. Walsh, John S. Walsh, Henriette
C. Walsh, Mrs. Chieko Singer, Edgar S. Walsh, Mrs. Jean C. Lippincott and Carol
Buck.
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama
Alih
Bahasa : Lily Wibisono
Cetakan
II : Agustus 1993 ; 360 hlm [ part 1 ] + 440 hlm [ part 2 ]
[ Period :
Month of April 1852 M ; Month of 3 on Cina Year 208 on Manchu | Ch’ing Dynasty
| Peking, Cina ]
Pada bulan
keenam, hari kedua puluh, para perawan Manchu harus tampil di hadapan Ibu Suri
sang Putra Langit, untuk dipilih menjadi selir-selir sang Kaisar. Kisah ini
dimulai dari sosok Orchid – gadis rupawan berusia 17 tahun, salah satu dari 60
orang gadis yang terpanggil menghadap Ibu Suri. Orchid yang kemudian dipanggil
sebagai Yehonala – belajar menarik perhatian pihak-pihak yang terkait, karena
ia mendambakan perubahan besar dalam hidupnya, ia menginginkan dirinya sebagai
Selir Terpilih Putra Langit. Meski hatinya tertuju pada saudara sepupunya, Jung
Lu, bahkan dapat dikatakan mereka dijodohkan semenjak kecil, namun Yehonala
tidak langsung menerima lamaran pujaan hatinya, justru menantikan kehidupan
baru nan megah di dalam istana. Ia adalah gadis yang sangat cerdas dan memiliki
kemauan keras, namun sebagaimana semua gadis belia, ia sangat polos akan
kejamnya dunia di balik tembok raksasa Kerajaan.
Dengan
kecerdikan dan ketekunannya, Yehonala terpilih menjadi selir Pilihan, berusaha
mengambil hati Ibu Suri, sembari menanti kesempatan untuk dipanggil oleh sang
Putra Langit, terutama setelah ia menunaikan kewajiban pada Permaisuri baru,
Sakota – adik kandung Permaisuri terdahulu yang telah tiada, sekaligus saudara
sepupu Yehonala. Dibantu oleh salah satu kasim bernama Li Lien-ying, yang
memiliki ambisi besar menaikkan statusnya, Yehonala mampu menembus persaingan
ketat dan segala intrik dalam istana, memperoleh perhatian penuh dari Kaisar
Hsien Feng, menjadi selir kesayangan no. 1, yang dipanggil sebagai Kesayangan
Kaisar. Bintang keberuntungan menyertai dirinya, ketika ia hamil hampir setelah
sang Permaisuri dinyatakan mengandung. Kehamilan dirinya dirahasiakan, hingga
ia memperoleh kepastian, apakah sang Permaisuri Sakota akan melahirkan seorang
putra – calon penerus Kerajaan, atau seorang putri.
Ketika
saat yang dinantikan tiba, Permaisuri akhirnya melahirkan, seorang bayi putri
yang sangat lemah dan tidak diharapkan oleh Kerajaan, maka Yehonala tampil
sebagai penyelamat, pembawa harapan akan masa depan yang lebih baik. Namun
timbul tragedi atas kejadian itu, Ibu Suri yang terlalu gembira, meninggal
dunia, putus nafasnya di hadapan putranya saat membawa kabar gembira tersebut.
Maka tiada pesta pora, alih-alih suasana bergabung selama beberapa bulan. Maka
Yehonala menyibukkan diri dengan belajar berbagai ilmu, mulai kesenian,
pengetahuan umum, sastra hingga dunia politik, karena ia menyadari bahwa calon
bayinya akan menjadi pemimpin kerajaan. Di dorong oleh rasa haus akan
pengetahuan, Yehonala tidak puas dengan guru pembimbingnya yang hanya mampu
mengajarkan dunia sastra. Maka dipanggillah Pangeran Kung – putra keenam dari
Kaisar sebelumnya, saudara seayah dengan Kaisar Hsien Feng, yang jauh lebih
pandai, cerdas dan memiliki pembawaan tenang serta berwibawa dibandingkan sang
Kaisar, dan ia menjadi mentor selir muda yang ambisius ini.
Kelahiran
bayi yang dikandung Yehonala, sesuai firasatnya, terlahir putra – calon pewaris
Kerajaan. Namun perjuangan Yehonala baru mencapai permulaan. Karena sifat serta
kemauannya yang keras, tak mau dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, membuat
dirinya memiliki musuh-musuh dalam kerajaan. Bersekutu dengan kasim pilihannya
Li Lien-ying serta Kasim Kepala An Teh-hai, Yehonala mempelajari strategi siapa
kawan atau sekutu, dan siapa lawannya. Hingga ia memperoleh berkat dari sang
Kaisar, gelar serta status Tzu Hsi – Ratu Istana Barat, Ibu yang Beruntung dari
Putra Mahkota, kekuasaannya lebih besar daripada sang Permaisuri Sakota atau
Tzu An – Ratu Istana Timur. Ratu Tzu Hsi siap melakukan apa pun demi menjaga
dan menyiapkan kerajaan bagi putranya.
Kisah ini
sudah pernah kubaca beberapa tahun yang lalu, namun saat membaca ulang utnuk
menulis reviewnya, ternyata tidak mengurangi kenikmatan membaca kisah yang
seru, menarik sekaligus menyentuh. Penulis yang sudah dikenal sangat mencintai
kehidupan dan budaya masyarakat Cina, meski dirinya dapat dikatakan termasuk
‘bangsa-asing’ mampu menyajikan sebuah kisah tentang perjuangan seorang wanita
yang dianggap tak memiliki suara dalam kehidupan masyarakt Cina, terutama pada
periode jaman Kerajaan. Sosok Yehonala yang berubah wujud menjadi Tzu Hsi –
kaisar wanita yang lebih tegar, cerdas, berani sekaligus ambisius dibanding
Kaisar Terpilih, dikagumi karena kemampuan berpikir dan mengambil keputusan bak
seorang pria, namun tetap terjebak dengan aturan serta tradisi yang tidak
memperdulikan ‘suara seorang wanita’.
Dengan
jeli penulis menuturkan curahan hati serta pikiran Yehonala, mulai dari Impian
akan masa depan gemilang, alih-alih mendapati sosok Putra Langit yang
dipuja-puja, tak lebih dari seorang pria muda yang lemah secara fisik (sang
Kaisar mengalami impotensi dan harus didorong oleh ramuan obat kuat) serta
mental akibat penyalah-gunaan obat-obatan, candu serta permainan seks yang
dimulai semenjak masih remaja. Kebobrokan kehidupan dalam istana, permainan
tidak sehat antara para selir, kasim, hingga pejabat terkait, kehidupan glamour
dengan pesta pora tiada henti, penghamburan harta kekayaan hasil pengumpulan
pajak rakyat demi memperindah dan memperluas istana, satu demi satu dikeluarkan
melalui penuturan perjalanan Yehonala.
Tidak
kalah menariknya, intrik serta konspirasi demi alasan masa depan bangsa, namun
pada akhirnya kembali pada ambisi pribadi masing-masing, satu demi satu para
tokoh dalam kisah ini, terjalin dalam jaring laba-laba yang semakin meluas dan
membelit satu sama lain. Yehonala, gadis dengan Impian besar, kecewa dengan
pria yang dijunjung tinggi, sakit hati karena ia telah ‘menolak’ lamaran pujaan
hatinya, hubungan gelap yang terjadi sekali namun menghasilkan Putra Mahkota
yang sangat kuat, cerdas dan membanggakan, semua yang megetahui rahasia ini
menutup mata demi satu hal, mengeruk keuntungan pribadi masing-masing, menjamin
masa depan yang mereka maui.
Apa
jadinya jika kepentingan pribadi saling berbenturan ? Antar saudara, antar
keluarga, saling curiga, saling membenci dan berusaha mencari jalan menjatuhkan
bahkan menyingkirkan satu sama lain. Kebahagiaan yang terjadi tampak semu,
hanya tampilan di luar, karena di dalam hati masing-masing hanya ada
keserakahan, kekhawatiran, ketakutan tiada henti dan kesepian. Di sini terlihat watak asli manusia bila ia
dipojokkan, yang terbaik akan muncul, namun yang terburuk dan paling kelam juga
acapkali keluar tanpa bisa dicegah. Anak menyingkirkan orang tua, orang tua
melawan dan kehilangan anaknya. Harga nyawa manusia dihargai sangat murah,
semuanya dengan alasan demi kemuliaan dan kejayaan.
Kisah ini
semakin menarik karena penulis memasukan konflik dari luar, selain kericuhan
dari dalam istana. Dengan masuknya pengaruh serta budaya asing, mulai dari
pergerakan pemberontak yang mengaku sebagai wakil Kristus, pasukan-pasukan dari
Inggris, Perancis, hingga invasi Jepang serta Rusia, pengaruh yang diberikan
oleh para misionaris asing serta biarawan dan biarawati yang mencari pengikut,
kemajuan tehnologi modern yang menarik perhatian kaum muda namun dikecam dan
dianggap sebagai hal terlarang oleh kalangan tua dan konservatif.
Jika
membaca kisah kehidupan keluarga Wang lewat Trilogi ‘The Good Earth- Sons- A
House Divided’ maka pembaca akan disajikan pada kehidupan rakyat yang melalui
perubahan iklim politik dan budaya tradisional menuju era modernisasi, maka
lewat ‘Imperial Woman’ kita melihat bahwa kehidupan penghuni Kerajaan memiliki
kesamaan dengan rakyat Cina, terlepas dari darah bangsawan serta
ke-aristokrat-an yang selalu diagung-agungkan, mereka semua harus menyerah pada
invasi bangsa asing, menerima kemajuan jaman, secara perlahan meninggalkan
peninggalan kehidupan para leluhur. Yang cukup menarik dalam kisah ini, sosok
Tzu Hsi yang semula mencemooh para pemimpin bangsa asing, justru menaruh hormat
serta kekaguman tersendiri pada sosok Ratu Victoria – penguasa Inggris pada
waktu itu.
Tentang
Penulis :
Pearl
Sydenstricker Buck ( 26 Juni 1892 – 6 Maret 1973 ), dikenal pula dengan nama
Cina Sai Zhenzhu, adalah seorang penulis asal Amerika yang menghabiskan separuh
hidupnya di Cina hingga tahun 1934. Lahir di Hillsboro, West Virginia, dan
dibawa ke Cina pada usia 3 bulan mengikuti tugas yang diemban oleh ayahnya
sebagai seorang misionaris, karena itu Pearl dibesarkan dalam lingkungan
bilingual, baik Cina maupun Inggris. Keluarga mereka mengalami masa-masa berat
saat Pemberontakan Kaum Boxer, menimbulkan perpecahan antara bangsa Cina dan
bangsa Asing (terutama dari Barat).
Pada tahun
1911, beliau meninggalkan Cina untuk menuntut ilmu di Amerika, dan baru kembali
ke Cina pada tahun 1914 dan menikah dengan John Lossing Buck pada tanggal 13
Mei 1917, menetap di Suzhou, di Provinsi Anhui (lokasi yang beliau gunakan pada
novelnya The Good Earth). Kemudian mereka pindah di kediaman baru di Nanking,
Cina dan keduanya juga mengajar di Universitas Nanking. Kehidupan mereka
semakin berat dengan propaganda pemerintahan baru Chiang Kai-shek, dan pada
Maret 1927 Tragedi Nanking yang
mengambisi nyawa ribuan orang, membuat mereka menjadi salah satu dari sekian
banyak bangsa asing yang bersembunyi dari kejaran tentara Chiang Kai-shek. Pada
tahun 1934, mereka meninggalkan Cina untuk menetap di Amerika, dan tak pernah
kembali ke Cina (pada tahun 1972, beliau berencana mengunjungi Cina, namun
terkena larangan Presiden Nixon yang baru membuka hubungan diplomatik dengan
pemerintah Cina). Pada tanggal 6 Maret 1973, beliau meninggal di Danby, Vermont
akibat kanker paru-paru.
Beliau
merupakan sosok yang sangat aktif dalam pergerakan hak-hak kaum wanita,
pelestarian budaya Asia, masalah dan topik seputar birokrasi di bagian
imigrasi, adopsi, pekerjaan misionaris dan kampanye anti-perang. Pandangan
politik serta pengalaman hidupnya, banyak tercurah dalam karya-karyanya abik
berupa novel, kumpulan cerita pendek, fiksi, cerita anak, serta biografi
keluarganya. Di tahun 1949, beliau tergerak untuk membangun Welcome
House, Inc – agen adopsi Internasional pertama yang menangani
kasus-kasus anak-anak ‘blasteran/campuran’ yang banyak ditolak di kedua belah
pihak. Selama 5 dekade perjuangan mereka, agensi ini telah berhasil menempatkan
hampir 5.000 anak-anak terlantar ke keluarga penuh kasih yang bersedia
mengadopsi mereka.
Kegiatan
beliau sebagai seorang humanitarian tak berhenti sampai di sini. Di tahun 1964,
beliau mendirikan Pearl S. Buck International yang memiliki tujuan mengangkat
harkat hidup anak-anak terlantar dan miskin di Asia, terutama mereka yang tidak
memenuhi persyaratan untuk diadopsi. Pergerakannya kian meluas hingga membentuk
panti-panti asuhan di Korea Selatan, Thailand dan Vietnam dengan nama
Opportunity House. Sebagaimana ia katakan, “Tujuan utama misi ini adalah
menyebarkan sekaligus menghapuskan ketidak-adilan serta prasangka terhadap
anak-anak, hanya karena mereka terlahir berbeda, bukan berarti mereka tak boleh menikmati pendidikan,
menjalani kehidupan sosial serta status layaknya anak-anak normal lainnya.”
Keberanian
dirinya sebagai aktivis politik yang berhubungan dengan harkat manusia, tampak
pada era dimana pembicaraan atau diskusi tentang topik ini bisa membuat
seseorang ditangkap dan ditahan. Beliau justru menantang masyarakat Amerika dengan
mengangkat isu rasialis, diskriminasi sex, dan ribuan bayi-bayi terlahir dan
terlantar akibat perlakuan tentara Amerika terhadap kaum wanita di Asia selama
peperangan. Rumah tempat kelahiran beliau di Hillsboro kini menjadi sebuah
museum sejarah dan pusat budaya yang dibuka untuk umum, siapa saja yang peduli
dan bersedia membuka pikiran serta Impian masa depan yang lebih baik. Pearl S. Buck adalah seorang istri, ibu,
penulis, editor dan aktivis hak-hak kemanusiaan. Para pembaca bisa melihat buah
pikirannya lewat The Good Earth yang masuk dalam daftar bestseller selama
1931-1932 di Amerika, sekaligus memenangkan penghargaan Pulitzer Prize di tahun
1932. Pada tahun 1938, beliau dianugerahi Nobel Prize in Literature atas
tulisannya yang kaya akan penggambaran detail kehidupan orang-orang yang
tersia-sia di Cina.
Info
selengkapnya tentang penulis beserta karya-karyanya, silahkan kunjungi
situs-situs berikut :
All About
Pearl S. Buck [ Wikipedia on Pearl S. Buck ] | All Movies
Adaptation [ Pearl S. Buck Movies ]
Best
Regards,
No comments:
Post a Comment
Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)