Judul Asli : SHIN SUIKODEN
( book I by Eiji
Yoshikawa )
Copyright ©1990
Eimei Yoshikawa
Penerbit : Kansha Books ( a
division of Mahda Books )
Alih Bahasa : Jonjon Johana
Editor : Mikihiro Moriyama
& Tim Kansha
Desain Cover & Isi : Iksaka
Banu & Husni Kamal
Prolog
:
Suikoden – yang
juga dikenal sebagai Kisah Batas Air dan 108 Pendekar, merupakan karya besar
klasik Cina, yang telah disadur dan diadaptasi ulang dalam berbagai macam
tulisan, puisi, diangkat ke layar lebar, televisi, bahkan dibuat sebagai games
maupun dalam format komik manga. Sedangkan Shin
Suikoden adalah salah satu karya Eiji Yoshikawa – sang maestro kisah
petualang Jepang, yang melakukan
adaptasi atas karya klasik dengan memadu unsur-unsur historis dan
intrik-intrik, menjanjikan petualangan yang seru dan menantang melalui bahasa
yang lugas serta dialog-dialog percakapan yang menggelitik, menggugah rasa
penasaran setiap pembaca, sehingga meskipun bukan pecinta karya klasik historis
– namun tak akan mampu menahan rasa penasaran dan tertarik saat mulai membaca kisah
ini ...
Sinopsis :
Kisah dimulai pada era sekitar
900 tahun silam, saat Daratan Cina yang luas masih disebut sebagai Negara Dai
Sou dengan ibukota Tou Kei, di provinsi Ka Nan, wilayah Kai Hou, dan tampuk
pemerintahan dipegang oleh Kaisar Jin Sou – keturunan keempat dari Dinasti Sou.
Saat itu negara sedang dalam kondisi kesusahan. Wabah penyakit menyerang,
panenan gagal, rakyat tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, kejahatan
akibat kekurangan serta kemiskinan mulai meningkat. Demi mengatasi ancaman
bahaya yang lebih besar, Kaisar memerintahkan seluruh wihara dan kuil di negara
tersebut untuk mengadakan doa khusus demi keselamatan negara dan rakyat.
Kuil Jou Sei yang terletak di
wilayah Gunungan Ryu Kou – yang merupakan pusat kepercayaan agama Tao di
seluruh negeri semenjak jaman dahulu kala, mendapat kunjungan khusus dari
Jendral Kou Shin sebagai utusan resmi Kerajaan untuk menyampaikan pesan kepada
Pendeta Kyo Sei – Ketua Kuil Suci. Melalui perjalanan jauh yang tidak mudah,
Jenderal Kou Shin mendapati bahwa sang Pendeta justru telah berangkat menuju
ibukota, maka sebagai pejabat pemerintah, beliau dipersilahkan beistirahat
dahulu sebelum kembali ke ibukota.
Namun justru awal mula bencana
timbul di sini, sang jenderal yang sedang santai, dijamu hingga mabuk, dan saat
berkeliling wilayah kuil, ia menemui suatu ruangan dengan gerbang yang terkunci
rapat. Tempat itu disebut Ruang Pengekangan Iblis atau disebut juga ‘gerbang
yang tak pernah terbuka’ – merupakan tempat para iblis berbahaya dan jahat yang
pernah ada, telah ditangkap dan disekap didalamnya agar tidak menimbulkan
kekacauan di dunia. Dan Kou Shin dengan sombong membuka paksa gerbang tersebut,
mengakibatkan terlepasnya “108 Bintang Iblis “ ke dunia manusia, menyebabkan
berbagai masalah yang kelak melanda kehidupan masyarakat dunia.
Kou Shin yang sangat terkejut
dengan kenyataan akan timbulnya malapetaka, bergegas kembali ke kerajaan, takut
akan reaksi Kaisar jika mengetahui hal ini. Namun malapetaka besar tidak segera
terjadi, bahkan selama pergantian tampuk pemerintahan empat periode : dari Jin
Sou ke Ei Sou, dari Ei Shou ke Shin Sou, dari Shin Shou ke Tes Sou, selama 30
tahun pemerintahan Dinasti Sou dan masyarakatnya menjalani kehidupan yang aman
dan tenteram. Dan kemudian pada
pemerintahan Kaisar Tes Sou, awal munculnya 108 bintang iblis yang satu persatu
menjelma menjadi manusia dan pada akhirnya akan membentuk benteng Ryou Zan Paku
– tempat berkumpulnya para jawara yang mengguncang pemerintahan Dinasti Sou.
Kejayaan Kaisar Tes Sou berlangsung
selama lima tahun, namun di dalam istana terjadi pergolakkan dan sengketa
perebutan kekuasaan, membuat lemahnya infrastruktur dalam pemerintahan. Meski
rakyat jelata tidak terlalu merasakan hal tersebut, perlahan kebusukan serta
keserakahan mulai menjalar dan menimbulkan berbagai tindakan semena-mena oleh
para penguasa yang tidak becus, serta tindakan perlawanan dalam masyarakat,
munculnya kelompok-kelompok pemberontak dari berbagai kalangan, kaum
terpelajar, pejabat lurus yang dibuang, pedagang besar, pendeta, perampok,
pendekar silat, semuanya memiliki satu tujuan : menuntut balas
ketidak-adilan.
Beberapa tokoh yang berperan
penting dalam kisah panjang Shin Suikoden ini adalah :
Kou Ji Rou : pemuda dari
keluarga pengusaha yang jatuh miskin, mendapat julukan Kou Kyu karena kelakuannya melakukan kejahatan semasa
muda yang juga mengakibatkan dirinya
dihukum buang atas perintah Ou Shou. Namun ia sangat cerdik, dan berusaha
menemukan jalan guna kembali memperoleh kedudukan serta kekuasaan dan membalas dendam
pada Ou Shou.
Ou Shou : guru ilmu tongkat
pengawal kaisar, ia pejabat lurus dan jujur, menghukum Kou Kyu atas
kejahatannya dan tanpa sadar telah menanamkan benih dendam yang akan menimpa
keturunannya.
Ou Shin : putra Ou Shou yang
meneruskan tradisi keluarganya sepeninggalan ayahnya, namun berbenturan dengan
Kou Kyu yang bertekad membalas dendam, hingga ia harus melarikan diri dari
kejaran Kou Kyu yang telah menjadi pejabat Istana.
Shin Shin : mendapat julukan si
Naga Sembilan karena rajah sembilan naga di tubuhnya. Ia putra pertama pedagang
besar yang tidak berniat meneruskan usaha keluarganya, sangat tertarik denga
ilmu bela diri dan petualangan. Mendapat pengajaran khusus dari Ou Shin yang
dalam pelariannya diterima oleh keluarga Shin Shin dengan imbalan menjadi guru
anak itu.
Chin Tatsu si Harimau Terbang,
You Shun si Ular Putih dan Shu Bu sang ahli strategi : tiga orang yang
mengepalai sarang perampok di Gunung Shou Ka. Semula mereka menjalani kehidupan
baik-baik, tapi akibat kebusukan pemerintahan Kaisar Ki Sou, sehingga menjalani
kehidupan sebagai perempok budiman, yang hanya merampok orang-orang kaya yang
dianggap tidak benar. Namun suatu kali
mereka kena batunya ketika menyerang Desa di bawah kekuasaan Shin Shin. Meski
sudah tertangkap dan hendak diserahkan kepada oknum pemerintah, Shin Shin
justru memilih membebaskan dan menyelamatkan mereka.
Ro Tatsu : seorang polisi
militer, bertemu Shin Shin saat ia berkelana mencari gurunya Ou Shin. Seorang
yang baik hati namun ‘berangasan’ dan mudah marah. Akibat temperamennya, ia
tanpa sengaja membunuh oknum penjahat yang ternyata berkerabat dengan keluarga
berpenagaruh. Demi keselamatan nyawanya, ia menjadi pelarian, mengembara,
menjalani berbagai kehidupan hingga menjadi pendeta yang berubah menjadi Ro Chi
Shin – si Pendeta Bunga.
Rin Chu : si Jenderal Penggebuk
Harimau, ahli tongkat yang pernah mengajarkan ilmunya kepada Shin Shin. Nasibnya
berselisih paham dengan putra angkat Kou Kyu, demi melindungi nyawa
keluarganya, ia harus menjalani pengasingan.
You Shi : julukannya si Iblis
Muka Biru, seorang salah satu perwira kerajaan yang menjadi pelarian akibat
gagal melaksanakan tugas. Saat mendengar bahwa Raja memberikan pengampunan bagi
mereka yang bersedia kembali, ia bergegas menuju ibukota, dengan harapan
memulihkan nama baik serta kehormatan keluarganya. Namun pengharapannya pupus,
ia diusir dan direndahkan, berusaha mencari biaya bagi perjalanan kembali,
justru berhadapan dengan tragedi yang membuatnya dihukum buang. Dalam
pengembaraan dan pelariannya, ia berjumpa dan menjalin persahabatan dengan Rin
Chu dan Ro Chin Shin.
Chou Gai : penghulu desa Tou
Kei, yang lebih dikenal lewat julukannya Raja Langit Pemikul Batu Monumen.
Sebagai orang yang disegani dan dihormati oleh penduduk desa, ia memiliki rasa
keadilan tinggi dan tidak segan-segan melakukan pengorbanan demi kebenaran.
Go You (Ka Ryou) : dikenal
dengan panggilan Cendikiawan Go, sosok yang cerdas dan banyak akal. Ia juga
yang banyak membantu dalam menyusun siasat serta strategi untuk merampas upeti
Menteri Sai.
Ryu Tou : dijuluki si Setan
Rambut Merah, yang membawa berita tentang pengiriman upeti kepada Menteri Sai
melewati wilayah desa Tou Kei. Berita yang diterima oleh Chou Gai, yang
kemudian menyetujui rencana bersama untuk merampas upeti ‘uang-suap’ yang telah
menyusahkan rakyat kecil.
Kou Son Shou : pendeta yang
bernama Issei, dijuluki si Naga Terbang, ia juga tertarik dan bersedia ikut
serta dalam rencana ‘perampasan upeti’ yang akan berlangsung dalam waktu dekat.
Tiga Saudara Gen : Gen Shou Ji
– si Jupiter Periang, Gen Shou Go – si Anak Pemarah, dan Gen Shou Shichi – si
Raksasa, tiga bersaudara yang kuat dan ahli bela diri, bekerja sebagai nelayan,
dan bersedia ikut serta dalam rencana yang disusun oleh Cendikiawan Go.
Kesan :
Kisah Shin Suikoden atau yang lebih dikenal sebagai Water Margin – salah satu dari 4 besar karya klasik China ( Water
Margin | Romance of The Three Kingdoms | Journey to the West | Dream of the Red
Chamber ) ~ note : Dream of The Red
Chamber menggantikan posisi The Plum
in the Golden Vase, yang sebelumnya dimasukan dalam kategori 4 besar karya
klasik yang patut dibaca, namun karena detail serta penggambaran tentang sex
yang dianggap sangat ‘gamblang’ maka karya ini kemudian ‘dibanned’ dan digantikan
~
Ok, kembali ke topik semula
(^_^) ... sebagai karya tulis klasik tentunya cara penulisan serta
penyampaiannya berbeda dengan novel-novel historikal yang lebih modern.
Terkadang tidak sedikit pembaca mendapati sulit untuk memahami karya-karya yang
penuh dengan ‘ungkapan tersirat’ serta puisi-puisi yang tidak langsung mengena
pada sasaran. Perlu diingat, bahwa sebagian besar karya-karya klasik ini dibuat
pada saat pemerintahan yang cenderung ‘membungkam’ segala jenis protes dan
keluhan dari rakyat. Maka jalan lain yang dilakukan adalah lewat
tulisan-tulisan ‘tersirat’ yang menunjukkan kebobrokan kondisi pemerintahan
saat itu.
Sebelum membaca karya Eiji
Yoshikawa ini, sebenarnya diriku agak sangsi, apakah bisa lebih menarik dari
tulisan serupa lainnya, terutama tulisan asing yang notabene terjemahannya
sering kali tidak pas dengan apa yang dimaksud oleh penulis asli. Dan ternyata
karya Eiji Yoshikawa ini mampu menarik perhatian dan kenyamanan dalam menikmati
tulisan klasik. Dengan penyampaian yang jauh lebih gamblang, disertai berbagai
penjelasan singkat tentang hal-hal tertentu, maka kisah klasik ini menjadi
sebuah novel petualangan yang seru bak menonton film silat (^_^)
Melalui cara penyampaian berupa
percakapan yang mendominasi keseluruhan kisah, penulis mampu memberikan suatu
‘kehidupan’ tersendiri bagi kisah Shin Suikoden. Dan yang patut diacungi
jempol, hasil terjemahannya pun sangat bagus dan halus, tak terlalu terasa
pergantian kosa-kata atau idioms yang dapat membuat para pembaca bukan hanya menikmati
tapi juga bisa larut dalam suasana yang terbentuk lewat penggambaran serta
detil yang lumayan eksplisit. Sungguh tak sabar untuk segera membuka buku
kedua, melanjutkan petualangan ke -108 Pendekar, semoga segera dapat waktu
luang untuk menyelesaikan buku kedua, dan penerbit jangan lupa untuk segera
pula ‘mengeluarkan’ kelanjutannya ya ... (^_^)
Tentang Penulis :
Eiji Yoshikawa, terlahir dengan
nama Hidetsugu Yoshikawa ( 11 Agustus 1892 – 7 September 1962 ), adalah seorang
penulis asal Jepang yang dikenal lewat karya tulis berupa historical-fiction.
Sebagian besar karyanya merupakan hasil interpretasi dari karya-karya klasik
lainnya, terutama Asian Classic Literature, seperti The Tale of The Heike, Tale
of Genji, Outlaws of the Marsh, dan Romance of Three Kingdoms.
Mesti sebagian besar merupakan
kisah ulang dari karya tulis klasik lain, namun Eiji Yoshikawa mampu menyajikan
sebuah tulisan dengan gayanya tersendiri, yang bukan saja sangat menarik namun
juga memasukan berbagai sudut pandang baru yang lebih mudah dipahami generasi
terbaru, tanpa meninggalkan esensi dari karya klasik tersebut.
Alhasil novel-novelnya
mendapatkan berbagai penghargaan, diantara Cultural Order of Merit di tahun
1960 ( ini adalah penghargaan tertinggi terhadap karya tulis di Jepang ), The
Order of Sacred Treasure, dan The Mainichi Art Award menjelang kematiannya di
tahun 1962 akibat penyakit kanker. Sampai saat ini, beliau dikenal sebagai
salah satu penulis Jepang terbaik di bidang Asian Historical-Fiction dengan
spesifikasi pada hikayat Jepang dan China Kuno.
Karya-karya tersebar dan telah
diterjemahkan dalam berbaagai bahasa. Beberapa serial novelnya bahkan
diterbitkan dan dicetak ulang berkali-kali dalam edisi terjemahan bahasa
Inggris, diantaranya serial Miyamoto Musashi (dikenal sebagai Musashi), serial Taiko, serial Shin Heike (dikenal
sebagai The Heike Story), serta Shin Suikoden (dikenal sebagai kisah Water
Margin atau Shui Hu Zuan ; salah satu dari 4 karya besar klasik China)
Best Regards,
No comments:
Post a Comment
Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)