Translate

Monday, February 18, 2013

Books "THE LAST CONCUBINE"



Judul Asli : THE LAST CONCUBINE
Copyright © 2008 by Lesly Downer
Penerbit Matahati
Alih Bahasa : Yusliani Zendrato
Editor : Nadya Andwiani
Cetakan I : November 2008 ; 660 hlm
Cover by Abdul Latief

Dengan latar belakang Jepang sekitar tahun 1800-an, dimana kehidupan masyarakat Jepang berpusat pada 3 kota besar yakni Osaka, Edo dan Kyoto-kota suci dan ibukota resmi negara Jepang serta kediaman sang Kaisar di wilayah barat. Namun kekuasaan dijalankan terbagi antar daimyo (=bangsawan agung) yang memerintah provinsi-provinsi, dimana mereka bertanggung jawab dan bersumpah setia terhadap shogun. 

Dan kisah ini berpusat di wilayah timur, yakni kota Edo (sekarang disebut Tokyo), tepatnya dimulai dari kehidupan dalam Kastil Edo, kediaman penguasa Lord Iemochi sebagai keturunan shogun Klan Tokugawa beserta para wanita – 3000 selir Sang Shogun Muda.

( Lembah Kiso, 1861 )
Gadis cilik bernama Sachi (=kebahagiaan) telah menginjak usia sebelas tahun, namun dirinya masih terlihat berbeda dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Jika anak-anak lain bermata cokelat atau hitam, warna mata Sachi hijau tua, tubuhnya begitu ringkih dan kurus dengan warna kulit putih bening dan pucat, sedangkan anak-anak lain tampak kuat dengan kulit kecokelatan layaknya anak-anak petani. Namun Sachi tidak terlalu memperdulikan hal tersebut apalagi kedua orang tua angkatnya sangat menyayangi dirinya. 

Jiroemon – ayah Sachi sebagai keturunan samurai yang menjabat sebagai kepala Desa Kiso, sibuk dengan persiapan menyambut kedatangan rombongan Yang Mulia Putri Kazu, adik Kaisar – Sang Putra Langit, yang akan melewati Nakasendo (jalan raya yang menghubungkan Kyoto dan Edo yang dibangun pada abad ke-7) menuju Kastil Edo untuk menjadi pengantin sang Shogun. Tanpa ada yang menduga bahwa pada hari kedatangan Sang Putri di penginapan milik Jiroemon, maka saat itu pula nasib dan masa depan Sachi telah menanti. Sachi diambil sebagai dayang Putri Kazu yang akan menetap selamanya di Kastil Edo. Sachi harus meninggalkan Jiroemon dan Otawa, kedua orang tua beserta kedua adiknya yang masih kecil, menuju kehidupan yang sama sekali baru – saat itu ia berusia sebelas tahun.


( Kastil Edo, 1865 )
[ source ]
Tanpa terasa sudah empat tahun berlalu sejak Sachi diambil sebagai dayang. Saat ini kedudukannya sebagai dayang kesayangan Putri Kazu, membuat ia mengetahui seluk beluk kehidupan di Ooku-Aula Dalam, istana para perempuan terhormat Kastil Edo. Ia juga mengetahui bahwa sang putri terpaksa menjadi mempelai shogun dan meninggalka tunangan yang dicintainya, seorang pangeran kekaisaran. Namun Sachi masih muda dan polos, tidak mengetahui alasan sebenarnya saat ia - putri petani desa mendapat perhatian khusus dari sang putri dan dibawa masuk ke dalam Kastil Edo. Maka ia yang sekarang dipanggil sebagai Lady Yuri ( = berarti ‘bunga lili putih’ ) mengikuti semua petunjuk serta latihan keras yang diberikan dalam pengawasan Lady Tsuguko-kepala dayang Putri Kazu, untuk membentuk dirinya menjadi wanita terhormat layaknya penghuni Ooku

Dan pada saat yang telah tepat, Lady Yuri dipilih langsung oleh sang shogun sebagai selir-nya. Tanpa sepengetahuan Sachi/Lady Yuri, kepedihan hati Putri Kazu yang direnggut kebahagiaannya dengan menjadi mempelai shogun, tidak mampu merelakan dirinya untuk ‘berserah’ pada shogun, hingga ia melihat wajah Sachi di desa persinggahan. Maka direncanakan agar Lady Yuri diterima sebagai persembahan pengganti Putri Kazu pada sang shogun-Lord Iemochi. Hal tersebut sekaligus jalan guna membalas perlakuan dari Lady Tensho-in, sang Ibu Suri ( janda shogun terdahulu & ibu angkat shogun muda ), yang sejak awal kedatangan Yang Mulia Putri Kazu telah menunjukkan bahwa dirinya yang paling berkuasa di dalam istana perempuan Kastil Edo, bahkan merendahkan kedudukan Putri Kazu sebagai saudara Sang Putra Langit. 
 
Keberhasilan Sachi menjadi Lady Oyuri-Nyonya Ruang Samping, selir resmi Yang Mulia Shogun, membuat dirinya semakin kesepian dan harus senantiasa waspada terhadap orang-orang yang iri dan ingin menjatuhkan dirinya. Serangan dan tekanan baik mental maupun secara fisik harus diterima terutama saat kepergian Yang Mulia Shogun ke Osaka untuk memadamkan pemberontakan. Hanya didampingi oleh Lady Takiko ‘Taki’ dayang & sahabatnya serta bimbingan Haru – guru para dayang yang mampu membuat Sachi bertahan … dan ada sesuatu yang dapat dinantikan, kedatangan surat yang membawa kabar dari sang shogun muda : Kiku-sama, satu-satunya pria yang telah menempati hatinya. 

Dan suatu hari tanpa diduga – awan gelap menaungi Kastil Edo : sang shogun meninggal dunia karena penyakit misterius. Kematian yang tidak wajar menimbulkan desas-desus bahwa dalang utama dibalik peristiwa itu adalah Lord Yoshinobu, sepupu Lord Iemochi yang langsung mengganti kedudukan sebagai kepala Klan Tokugawa dan sebagai shogun baru.

( Kastil Edo, 1867 )
[ source ]
Sudah setahun berlalu sejak wafatnya Lord Iemochi, Sachi sekarang dijuluki Mantan Selir Lady Shoko-in. Dan pada tahun tersebut, Lord Yoshinobu sebagai shogun baru namun  berdiam di Osaka, mengejutkan banyak pihak terutama dari kalangan Klan Tokugawa saat mengundurkan dirinya dari status penguasa shogun dan menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan sang Putra Langit-Tenno-sama, yang baru berusia limabelas tahun, putra Kaisar terdahulu yang mangkat dan merupakan kemenakan Putri Kazu. 

Kaisar baru yang masih belia serta mudah dipengaruhi, meninggalnya sang Shogun-Lord Iemochi sebagai penerus Klan Tokugawa yang berkuasa dan penyerahan kekuasaan oleh Lord Yoshinobu, membawa angin bagi pemberontakan-pemberontakan yang dipelopori oleh klan-klan dari wilayah selatan yang menentang pemerintahan di bawah Klan Tokugawa dan mereka merencanakan merebut kekuasaan dengan bantuan ‘kaum barbar’ (=bangsa Inggris) yang mempersenjatai mereka dengan senjata api (= pistol/senapan/meriam dengan mesiu). 

Peperangan pun tak dapat dielakkan, di mana-mana muncul kerusuhan yang menyusahkan rakyat, perang antar samurai membela tuan masing-masing bahkan bermunculan ronin-ronin (=samurai tak bertuan) yang mengatas-namakan pengembalian kekuasaan pada pihak yang berhak, antara sang Putra Langit dengan Klan Tokugawa. Dan para penghuni Kastil Edo pun, sebagai lambang kekuasaan Klan Tokugawa menjadi sasaran utama penyerbuan. 

Pada saat penyerangan, demi melindungi Putri Kazu yang hendak dijadikan sandera, maka Sachi/Lady Shoko-in menyamar menggantikan Putri Kazu keluar dari wilayah Kastil Edo guna menarik perhatian para pemberontak. Nyawa Sachi berada di ujung tanduk saat rombongan pengiringnya diserang, sebelum muncul pertolongan dari rombongan ronin pengikut Klan Tokugawa. Dan saat itulah titik balik dalam kehidupan Sachi dimulai, dengan munculnya Lady Takiko yang dengan setia diam-diam mengikutinya dan bersama-sama mereka menuju pelarian didampingi para ronin yang bernama Toranosuke, Shinzaemon dan Tatsuemon. 

Demikianlah kisah pembuka tokoh ‘Sachi’ : di mana pada awalnya dia adalah sosok rakyat jelata yang diangkat dalam kehidupan yang lebih tinggi dan dianggap bermartabat tinggi -sebagai selir pilihan shogun. Namun perang membawa pengaruh budaya yang berbeda dalam kehidupan adat-istiadat masyarakat Jepang yang masih membedakan manusia berdasarkan status sosial. Dalam perang baik rakyat jelata maupun bangsawan menjadi sosok-sosok yang tidak jelas, keserakahan, kegetiran, pengkhianatan bermunculan di mana-mana, namun juga mengeluarkan hal-hal terbaik dari manusia : kesetiaan, akal-budi dan kasih sayang mampu menjembatani perbedaan waktu dan jarak yang digambarkan lewat sosok wanita muda bernama Sachi.

[ source ]
Sekali lagi dalam budaya yang merendahkan derajat wanita di strata kehidupan sosial – sosok yang tampak tak berdaya ternyata mampu bertahan dalam kondisi terburuk sekalipun. Bagaimana Sachi mampu selamat dalam perang yang brutal, melihat kematian demi kematian orang-orang yang dikasihi, atau saat menghadapi kenyataan bahwa latar belakang dirinya ternyata rumit & membawa skandal yang dianggap ‘tabu’ pada jaman tersebut, namun dengan usia yang masih muda, dia mampu melihat dengan kebijakan dan pemahaman yang berbeda. Bagaimana ia ‘jatuh-cinta’ pada pria yang dianggap lebih rendah statusnya ( terutama pergolakkan batin antara tanggung jawabnya sebagai janda Terhormat Shogun dengan panggilan nalurinya sebagai wanita muda belia ). 

Bagaimana pula saat ayah kandungnya muncul setelah bertahun-tahun lenyap meninggalkan bayi Sachi yang baru lahir & ia bekerja sebagai sekutu pihak musuh Klan Tokugawa. Atau bagaimana ia berusaha ‘membantu’ Taki yang jatuh cinta pada pria yang ternyata berhubungan dengan pria lain ( ternyata homoseksual juga telah ada di era tersebut ).  Bagaimana pula saat era modernisasi akhirnya memasuki kehidupan masyarakat Jepang …  bahkan seorang pria asing dari Inggris – kaum yang disebutnya sebagai bangsa ‘barbar’ , ternyata memiliki pengetahuan serta daya tarik tersendiri bagi hati Sachi, hingga Edwards menawarkan ‘cincin pertunangan’ pada dirinya dengan kelembutan & kesopanan yang tak pernah ditemuinya pada pria-pria Jepang …

Dalam setiap bagian selalu muncul kejadian-kejadian yang mungkin pernah kita dengar, namun membaca ulasan yang disampaikan oleh penulis secara gamblang – mau tidak mau membuat pembaca akan terkesima. Misalnya saat gadis Sachi yang baru berusia lima belas tahun menjalani ‘malam pertama’ dengan shogun dengan dikelilingi minimal 4 wanita tetua yang wajib melihat / mendengarkan peristiwa tersebut (waduuh … no privacy at all, apalagi sebelumnya Sachi menjalani pemeriksaan fisik secara intensif terutama organ kewanitaannya , jika zaman sekarang bisa dianggap setengah pelecehan seksual). 

Bahkan setengah tuntas tugasnya (karena shogun segera berangkat ke medan pertempuran), Sachi senantiasa diingatkan berulang-kali bahwa dirinya bukan apa-apa melainkan sekedar rahim yang disewa ( dalam hal ini oleh perintah Putri Kazu-Permaisuri Pilihan Shogun yang tak rela memberikan keturunan secara langsung bagi Shogun ) dan nilai akan dirinya hanya akan diangkat lebih tinggi jika telah memberikan keturunan bagi sang Shogun (yang terjadi tak dapat terlaksana sehingga garis keturunan dari Lord Iemochi terputus). 
 
[ source ]
Juga keheranan Sachi terhadap Edwards yang mengaku diperintah oleh seorang wanita (Ratu Inggris), belum lagi perlakuan-perlakuan yang merupakan kesopanan semata seorang pria terhadap wanita : membantu naik kereta, memberi salam dengan mencium tangan, menuntun dan mempersilahkan wanita berjalan di depan pria (di Jepang yang juga masih berlaku pada saat ini - dimana posisi wanita terhormat adalah di belakang pria, apalagi jika ia adalah suaminya) … jadi membayangkan pria tinggi besar berjalan di belakang wanita mungil vs pria kecil / lebih pendek dan gempal berjalan dengan langkah-langkah panjang disusul oleh wanita mungil yang berusaha mengikuti langkahnya di belakang, tidak boleh terlalu dekat namun juga tidak boleh tertinggal (suatu pemandangan yang kontras)

Sungguh suatu kisah yang  mengharu-birukan, kisah sejarah yang dibawakan dengan lugas, manis, bahkan dengan gaya bahasa yang berkesan ‘sopan’ seakan-akan tokoh Sachi sendiri yang menulis kisah ini … maka segera buka lembaran buku ini, jangan khawatir dengan ketebalannya, karena dijamin anda tak akan dapat berhenti sebelum lembaran terakhir tuntas dibaca !!

~ syair perjumpaan-perpisahan-pertemuan dua insan manusia ~
“From long ago
Though I had heard to meet
Could only meant to part 
Yet I gave myself to you       
Forgetful of the coming dawn” 
"Hajime yori
Au wa wakare to
Kikinagara
Akatsuki shirade
Hito o koikeri"
“Dari dulu aku tahu
Bahwa pertemuan
Hanya bisa berarti perpisahan
Namun aku menyerahkan diriku padamu
Terlupa akan fajar yang datang menyergap”
Tentang Penulis :
Lesley Downer lahir dari ibu keturunan Cina-Canada dan ayah seorang professor bidang literature Cina. Maka tidak heran sejak kecil ia telah dikelilingi berbagai kebudayaan Asia. Namun Jepang-lah yang menjadi kecintaan pribadinya, sehingga sebagian besar waktunya dihabiskan tinggal atau pulang-pergi di Jepang. Saat ini Lesley telah menikah dengan Arthur I. Miller-seorang penulis pula dan mereka tinggal di Inggris. The Last Concubine merupakan novelnya yang pertama. [ Website : Lesley Downer ]

Best Regards,


No comments:

Post a Comment

Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)