Judul
Asli : A NOTE FROM ICHIYO
Penulis
: Rei Kimura
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama
Alih
Bahasa : Moch. Murdwinanto
Cover
by Mulyono
Cetakan
ke-01 : Maret 2012 ; 280 hlm
Saat
melihat buku ini yang pertama menarik perhatian adalah covernya, dengan
illustrasi desain bunga sakura dilatar belakangi foto mata uang kertas Jepang
dengan sosok wanita di dalamnya … lebih mendekat, terpapar tulisan : “Catatan
Ichiyo – Perempuan Miskin Di Lembar Uang Jepang” - wah, semakin penasaran diriku dan segera
membalik back-cover guna mengetahui sinopsisnya, ternyata kisahnya semakin
menggugah keingin-tahuanku akan kebenaran isi bukunya …
Kisah
dibuka pada saat sosok Ichiyo Higuchi bertahan dengan kondisi penyakitnya yang
semakin parah, berlanjut dengan kondisi ‘flash-back’ kembali ke masa lalu,
kisah tentang kedua orang tuanya, perjalanan hidup mereka hingga lahirlah
anak-anak termasuk si cilik Natsuko yang di kemudian hari berganti nama menjadi
Ichiyo.
Yang
cukup menyenangkan gaya penulisan yang digunakan menggunakan bahasa simple,
bahasa sehari-hari dengan pengungkapan yang lugas, tanpa disertai gaya kuno
yang terkadang terlalu panjang dan bertele-tele. Dengan menggunakan dialog
serta berbagai percakapan, membuat pembaca seakan ‘menonton’ sebuah kisah drama
di televisi, penggambaran suasana hati serta perasaan para karakter, semakin
mempererat pemahaman kita akan kondisi serta situasi yang sedang terjadi.
Maka
tidak mengherankan buku setebal 280 halaman ini mampu kuselesaikan dalam waktu
yang sangat singkat namun tetap meninggalkan kesan yang mendalam. Sungguh tidak
mudah menghidupkan sosok kehidupan nyata dalam perjuangannya menghadapi tragedi
hidup hingga berhak menyandang penghargaan yang mengisi sejarah bangsa Jepang.
Sosok yang dalam kehidupan nyata hidup dalam kemiskinan yang merenggut
nyawanya, hanya berbekal semangat tinggi yang
mampu membuatnya bertahan hingga menghasilkan karya-karya yang terus
dikenang hingga kini. Dan masyarakat Jepang akan selalu mengingat perjuangannya
lewat selembar uang kertas 5.000 Yen Jepang di mana wajah Ichiyo diabadikan.
Diriku
salut terhadap penulis, yang mampu merangkum perjalanan hidup sosok penting
dalam sejarah sebatas 300 halaman
- tanpa menimbulkan rasa bosan dan jenuh dalam pembacaan, atau justru
sebaliknya, merasa tidak puas dengan hasil penulisan ( yang sering ku alami
dengan novel-novel tipis, ide serta pengembangan karakter sudah bagus, tapi
karena sangat singkat, dipaksakan selesai dengan ketidak-puasan pembaca )
Nah,
sudahkah Anda siap menikmati kisah perjalanan hidup wanita mengagumkan, walau
bukan ‘super-woman’ tapi sudah berani menentang adat istiadat kuno yang sangat
meremehkan dan merendahkan kaum wanita. Luangkan waktu Anda untuk membaca kisah
ini. Bukan novel yang masuk bestseller hingga cetak-ulang berkali-kali, bukan
jenis novel romantis yang mendayu-dayu, bukan pula novel tentang kekejaman
zaman hingga manusia menderita … ini hanyalah sekedar kisah wanita miskin yang
hidup di era kuno, terbelengku oleh berbagai aturan yang berlaku di masyarakat,
hanya keberanian serta kekuatan Impian membuat dirinya ‘berbeda’ dengan yang
lain.
Jika
Anda pernah membaca kisah Merry Riana, maka bayangkan sosok wanita yang sama
tetapi pada era yang jauh berbeda, namun dengan rintangan dan tantangan yang
sama. Dunia nyata memang sedikit lebih kejam ( penuh diskriminasi ) dalam
memperlakukan wanita, tidak peduli pada era atau zaman yang berbeda. Tapi satu
pelajaran penting yang menjadi pegangan orang-orang yang “berhasil” dalam
hidupnya : memegang teguh Impian dan tidak pernah menyerah pada kondisi apa
pun.
Meminjam
ucapan Kuniko – adik tersayang Ichiyo, pada suatu siang 300 tahun silam : “ Kau akan menjadi terkenal, mungkin wajahmu
akan muncul dalam uang kertas Jepang suatu hari nanti, Ichiyo, dan kita tak
akan pernah miskin lagi ! ” Ichiyo tertawa, “ Teruslah bermimpi, ya Kuni-chan, paling tidak itulah yang dapat kita
lakukan terus-menerus, karena mimpi itu gratis ! “
Pada
sekitar tahun 1857 Jepang pada zaman Meiji, pasangan Noriyoshi Higuchi dan
Furuya Ayame melarikan diri dari desa tempat tinggal mereka menuju ibukota Edo.
Mereka berdua masih sangat muda, namun kondisi Furuya yang hamil sebelum mereka
menikah, akan menjadi aib bagi
keluarganya, dan pernikahan merupakan pilihan yang tak pernah diterima oleh
kedua belah pihak keluarga masing-masing.
Noriyoshi
Higuchi – pemuda tampan dan menarik, memiliki cita-cita tinggi untuk mengangkat
derajat hidupnya pada posisi terhormat, namun kemiskinan menghalangi jalannya,
hanya kepandaian serta kecerdasan otaknya yang menjadi bekal hidupnya. Furuya
Ayame – gadis cantik, putri pengusaha kaya, hidup dalam kelimpahan serta
kenyamanan, jatuh hati pada pemuda
tampan namun miskin sehingga dianggap tidak layak oleh keluarganya.
Perjalanan
hidup dari desa ke kota besar, berusaha bertahan hidup dengan menjual simpanan
serta harta benda yang tidak banyak, berpindah ke kota lain demi mengikuti
majikan yang mau mempekerjakan Noriyoshi, bukan hal yang mudah bagi Furuya,
apalagi ketika ia melahirkan anak pertama tanpa didampingi satu pun kerabatnya.
Tapi Furuya berusaha menerima semuanya, sembari berdoa bagi terwujudnya
cita-cita sang suami.
Bahkan
ketika Noriyoshi meminta dirinya memenuhi perintah penguasa shogun yang mencari
ibu-susu bagi putrinya yang baru lahir, Furuya harus pergi ke kediaman samurai
yang sangat jauh, meninggalkan bayinya demi menyusui bayi orang lain. Semua
karena ambisi Noriyoshi yang bertekad mengangkat derajat keluarganya menjadi
seorang samurai.
Bahkan
ketika akhirnya Furuya berhasil kembali pada keluarganya, dan berturut-turut
melahirkan anak, ambisi Noriyoshi tidak pernah pudar, justru semakin tersulut
dan mengusahakan agar putra-putranya dijadikan anak angkat keluarga samurai.
Dan Natsuko – anak kelima, putri kedua, lahir dengan tenang tanpa banyak
merepotkan ibunya, menyusul Kuniko – putri bungsu, adik tersayang Natsuko.
Semenjak
kecil Natsuko kecil menjadi kegembiraan di keluarganya. Ia sangat cerdas,
sehingga mampu menarik hati serta perhatian Noriyoshi. Furuya merasa cemas
dengan peralihan ambisi Noriyoshi yang dilimpahkan pada putrinya, dengan
memberikan pelajaran sastra klasik serta puisi-puisi. Tapi Noriyoshi tidak
memperdulikan larangan istrinya, ia melihat suatu harapan pada putrinya yang
sangat cepat menangkap pelajaran yang diberikan dengan kehausan akan
pengetahuan yang sangat jelas – sungguh berbeda dengan putra-putranya.
Dengan
dorongan sang ayah untuk mereguk ilmu setinggi-tingginya, bertentangan dengan
sang ibu yang khawatir akan masa depan seorang gadis yang terlalu sibuk dengan
sastra dan puisi, bagaiman putrinya akan menjadi calon istri yang baik ? Namun
Natsuko memutuskan menjalani hidup yang ia sukai : membaca dan menulis. Maka
masa kecil Natsuko membuatnya dijauhi teman-teman sebaya, tak ada yang mau
mengajaknya bermain, jika diajak pun Natsuko tidak menyukainya…gadis ini
menjadi kutu buku yang hidup dalam dunianya sendiri.
[ source ] |
Natsuko
menjadi dewasa dalam pikiran, meski masih sangat belia usianya. Ia bisa melihat
bahwa tidak ada hal yang mustahil jika kita menginginkan sesuatu, bahkan semasa
kecil ia sering berkelahi dengan kakak-kakaknya demi mempertahankan
pendapatnya.
“Kau tak mungkin menjadi penulis, Natsuko, karena kau perempuan,” kata Sentaro. “Tugas perempuan adalah menikah dan tinggal di rumah serta melahirkan anak, bukan menjadi penulis atau apa pun !”“Jangan berkata begitu, Sentaro,” teriak Natsuko. “Perempuan mampu menjadi apa pun yang mereka inginkan asalkan mereka memiliki otak dan sepasang tangan ! Mereka sama pintarnya dengan laki-laki !” (p. 48-49)
Impian
Natsuko satu-satunya yang membuatnya bertahan dalam menghadapi kehidupan
keluarganya yang semakin terpuruk. Dimulai dengan pemerhentian ayahnya dari
dinasnya pada usia 57 tahun. Menyusul penyakit parah menyeret Sentaro - putra tertua harapan keluarga, pada
kematian di usia muda. Putra kedua yang pemalas, memilih berpisah dengan
keluarga, tak mau mengambil alih tanggung jawab, bahkan setelah Noriyoshi
meninggal dalam usia 59 tahun dalam kondisi sedih dan patah hati setelah
kematian putranya, dan ia juga meninggalkan warisan hutang menumpuk pada sisa
keluarga yang terdiri dari tiga orang wanita. Natsuko yang akhirnya mengambil
alih tugas sebagai kepala keluarga, bergelut setiap saat-setiap hari antara
Impian dan beban penderitaan yang diterima keluarganya.
“Sekarang aku harus berjuang sendirian, untuk pertama kalinya aku menatap diriku dalam cermin dan melihat seorang perempuan kurus berwajah seperti burung, begitu mungil, lemah dan rapuh, apakah itu benar-benar diriku ? Mampukah aku meraih keberhasilan ? Dan aku tahu di dalam tubuh kecil ini terdapat hati yang tulus dan api semangat menulis yang berkobar-kobar dan aku bersumpah demi setiap hela napas di tubuhku bahwa aku akan dikenang karena karya tulisanku – buku harianku. Bahkan jika aku harus mati untuk itu, aku tak akan membiarkan diriku dilupakan.” ( p.86 )
Tentang
Penulis :
Rei
Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki passion dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak
pada penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah
yang digali dari kejadian nyata dan hidup orang-orang sebenarnya di dalam
beberapa bukunya. Ia meyakini bahwa ini sebuah cara yang paling baik untuk
menjadikan sejarah yang tersembunyi menjadi “hidup” dan dapat diterima oleh
pembaca di abad 21.
Dengan
cara itu, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal
Awa Maru dan kisah pilot kamikaze perempuan
di masa Perang Dunia II lalu merangkainya menjadi sebuah cerita yang
menyentuh bagi orang-orang yang hidup dan meninggal pada masa kejadian itu.
Kimura
memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas kebenaran, tantangan, dan
kepuasan. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan
telah terbit di seluruh dunia. Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang
jurnalis freelance yang andal dan
tergabung dalam Australian News Syndicate.
Best
Regards,
No comments:
Post a Comment
Thank's for visiting & don't forget to leave your marks on comment form. Looking forward for your input & your next visit soon (^_^)
Terima kasih telah berkunjung & silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, saran serta inputan. Kami tunggu kunjungan berikutnya (^_^)